Aktivitas pertambangan pasir illegal di wilayah sekitar pesisir pantai selatan Lumajang diduga masih belum benar-benar dihentikan pasca terjadinya tragedi Salim Kancil. Pasalnya ada dugaan, kawasan hutan di bawah pemangkuan Perhutani Lumajang dieksploitasi oleh operator tambang pasir illegal.
Dugaan ini disampaikan Mukhlisin Waka Administratur Perhutani Lumajang ketika dikonfirmasi Sentral FM, Kamis (24/3/2016), mengatakan bahwa saat ini diduga ada dua titik tambang pasir illegal di dalam kawasan hutan bawah pemangkuan Perhutani.
Kedua titik pertambangan illegal tersebut, berada di kawasan DAS (Daerah Aliran Sungai) Kali Rejali, Kecamatan Candipuro dan Desa Oro-Oro Ombo, Kecamatan Pronojiwo.
Pada aktivitas pertambangan pasir di DAS Kalirejali, operator produksinya juga dijumpai menggunakan alat berat. Diduga operator tambang pasir tersebut merupakan korporasi yang mengantomngi perijinan dari Dinas ESDM Jatim.
“Sekali lagi ini masih diduga, karena kami masih melakukan pemetaan dan pengukuran. Jika nanti hasil pemetaan dan pengukurannya jelas, maka kami akan melaporkan ke polisi untuk proses penegakan hukumnya,” jelasnya.
Mukhlisin menjelaskan, kawasan hutan di bawah pemangkuan Perhutani yang berada di sisi wilayah pesisir selatan Lumajang, mulai dari Kecamatan Tempursari di perbatasan dengan Kabupaten Malang hingga Kecamatan Yosowilangun di perbatasan Kabupaten Jember, luasannya kurang lebih mencapai 2 ribu hektar.
Kawasan ini yang nantinya akan disterilkan dari segala bentuk aktivitas pertambangan illegal. “Apalagi sudah ada komitmen dari berbagai pihak, bahwa wilayah pesisir selatan tidak akan diizinkan lagi untuk ditambang. Itu menjadi bentuk support tersendiri bagi kami untuk menjaga kawasan hutan,” paparnya.
Jika nantinya dijumpai adanya pertambangan illegal di dalam kawasan, Perhutani akan melakukan patroli giat preventif dan pemetaan. Jika ditemukan aktivitas tambang dan mengantongi izin, akan diklaim ke instansi yang mengeluarkan ijin, dalam hal ini Dinas ESDM Provinsi Jatim.
“Itu seperti yang kami lakukan sekarang ini dengan adanya dugaan aktivitas tambang pasir illegal yang kami temukan dan petakan,” tuturnya.
Klaim itu dilakukan, untuk mencari kejelasan, apakah aktivitas pertambangan itu salah koordinatnya ataukah tidak. Bagaimana proses perizinan itu bisa diterbitkan, padahal lokasi tambang berada di wilayah Perhutani dan sebagainya, kok tiba-tiba ada izin.
Selanjutnya, akan dilakukan pengukuran melalui Biro Perencanaan Perum Perhutani untuk membuktikan apakah lokasi yang dilakukan aktivitas pertambangan tersebut merupakan bagian dari kawasan hutan ataukah tidak.
“Jika terbukti aktivitas pertambangan itu berada di kawasan hutan, maka Perhutani akan melaporkan ke polisi untuk proses penegakan hukum lebih-lanjut. Jika aktivitas pertambangan itu terbukti illegal, atau tidak ada izin dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup,” urainya.
Sementara itu, Mukhlisin jugamengungkapkan, bahwa Perhutani melalui Kementerian Lingkungan Hidup juga memberikan rekomendasi tersendiri dengan mengijinkan dilakukannya aktivitas pertambangan pasir di wilayah hutan. LOkasinya berada di wilayah DAS Besuk Sat, Desa/Kecamatan Pronojiwo.
Penambangan di sana diizinkan meski berada di wilayah Perhutani. Karena itu menjadi bagian dari mitigasi bencana. Itu kebijakan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang sebelumnya telah dimintakan rekomendasinya oleh Forkopimda Lumajang. (her/dwi)
Teks Foto :
– Mukhlisin, Waka Adm Perhutani Lumajang.
Foto : Sentral FM.