Upaya pencarian terhadap dua survivor pendaki asal.cirebon yang tersesat di puncak Gunung Semeru memasuki hari ketiga Open SAR, Senin (23/5/2016), semakin intensif dilakukan. Bahkan perkuatan personil terus bertambah dan upaya penyisiran yang dilakukan juga semakin diperluas.
Kepala Bidang Pencegahan, Kesiapsiagaan dan Logistik BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Lumajang Hendro Wahyono kepada Sentral FM, Senin (23/5/2016), mengatakan bahwa pencarian kedua sirvivor pendaki yang tersesat, masing-masing Zirli Gita Ayu Safitri (17), pelajar asal Desa Bojong Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon dan Supyadi (27), asal Blok 4 Tegal Lempuyangan Lor, Tegal Gubug, Cirebon, merupakan zona paling berbahaya di puncak Gunung Semeru dibagi dua jalur.
“Kalau sebelumnya tim gabungan menyisir dari jalur Ranupani menuju puncak Semeru dan konsentrasi untuk menemukan jejak kedua survivor pendaki di area Blank 75 dan Sumbermani sebagai lokasi hilangnya pendaki, kini area penariannya ditambah. Mulai tadi malam tim Basarnas dari Pos Jember sudah tiba untuk menyisir jalur Tawon Songo menuju area Blank 75. Perkuatan tim pencarian ini diback up SAR Kabupaten Lumajang dan Tim Reaksi Cepat BPBD,” katanya.
Dengan dilakukannya penyisiran melalui dua jalur ini, diharapkan bisa mempercepat upaya pelacakan keberadaan kedua pendaki yang hilang. Pasalnya tim gabungan yang tergabung dalam Open SAR juga harus berkejaran dengan waktu guna menemukan keberadaan mereka. Hal ini menyusul perkiraan bahwa logistik perbekalan kedua survivor telah habis.
Kapolsek Senduro AKP Jaman membenarkan kondisi tersebut. Dari keterangam yang disampaikan empat anggota rombongan pendaki yang melapor ke apos Resort TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) di Ranupane, Ketua Rombongan Sukron, Ahmad Khaerudin, Lindianasari dan Rizatul Rizki menyatakan jika perbekalan kedua survivor pendaki hanya sedikit saja.
“Sesuai laporan yang diterima Jumat malam lalu, logistik perbekalan yang dibawa kedua survivor pendaki tersisa roti, 3 buah pear dan air mineral setengah liter saja. Perbekalan itu diperkirakan sudah habis. Dengan kondisi tersebut maka cukup riskan untuk menantang ganasnya medan di puncak Gunung Semeru. Karena rawan hipotermia dan ancaman lainnya dalam kondisi perbekalam habis,” kata AKP Jaman.
Ditambah lagi area hilangnya kedua survivor pendaki asal Cirebon yang dikenal sebagai zona paling berbahaya di puncak gunung dengan ketinggian 3.676 meter diatas permukaan laut (mdpl) tersebut. Yakni jurang Blank 75 yang wilayahnya berupa tebing berbatasan dengan jurang yang sangat dalam.
“Area Blank 75 memang kerap menyesatkan bagi pendaki yang tidak berpengalaman. Di area ini, pendaki juga harus menantang medan yang sulit untuk keluar. Jika tidak hati-hati, maka rawan terjadi kecelakaan. Semisal terpeleset hingga terjatuh ke dalam jurang. Karena pendaki harus berpegangan dengan akar akar pohon untuk menembus area tersebut. Dan jalur ini akan mengarah ke wilayah Tawon Songo di Kecamatan Pasrujambe,” papar Hendro Wahyono.
Sementara itu, penutupan jalur pendakian gunung tertinggi di Pulau Jawa untuk kepentingan Open SAR dua pendaki asal Cirebon yang hilang ini berdampak menumpuknya pendaki di seputaran Ranupani. Para pendaki yang sebelumnya digiring turun oleh tim gabungan dari jalur pendakian Semeru, tetap berkumpul di Ranupani.
Mereka memilih untuk mendirikan dome di seputaran telaga Ranupani dan Ranu Regula sambil menunggu informasi jalur pendakian dibuka lagi. Jumlah pendaki yang bertahan mencapai ratusan orang dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan pendaki yang baru tiba di pos check poin pendakian di Resort TNBTS juga melakukan hal yang sama. Mereka berharap pendaki yang tersesat segera ditemukan sehingga jalur pendakian bisa dibuka kembali. (her/dwi)