Minggu, 24 November 2024

Kronologi Meninggalnya Pendaki Asal Depok di Puncak Semeru

Laporan oleh Sentral FM Lumajang
Bagikan

Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya jenasah pendaki Sahat M Pasaribu (23), asal Sidamukti RT-003/RW-002, Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat yang meninggal di Kalimati, puncak Gunung Semeru, berhasil dievakuasi ke ruang pemulasaraan RSD dr Haryoto Lumajang, Sabtu (8/10/2016) sore.

Sesampai di rumah sakti jenasah pemuda lajang ini juga langsung dimasukkan ke ruang penyimpanan jenasah. Ini dilakukan sebelum proses visum dan pihak keluarga datang untuk mengurus proses pemulangannya.

Sementara itu, petugas gabungan dari TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru), Polres Lumajang dan BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) juga masih menunggu kedatangan pihak keluarga. “Keluarga sudah dihubungi dan masih dalam perjalanan ke Lumajang,” kata Hendro Wahyono Plt Kepala BPBD Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM.

Terkait meninggalnya pendaki Sahat M Pasaribu, terungkap kronologi yang dihimpun dari keterangan saksi-saksi rekan ekspedisi korban. Dimana, korban terungkap melakukan pendakian bersama 12 orang temannya dan tiba di Pos Resort TNBTS Ranupani pada, Rabu (5/10/2016).

Rekan-rekan ekspedisinya, diantaranya Muhammad Taufik selaku ketua rombongan, Rahadian A Rahman, Rahman Arruyan, Ari Ardianto, Muhammad Fadillah, Imam Alisaban, Erlangga Ekaputra, Ahmad Padu Rahman, Sulistyawan, Okky Rahmawati, Luki Prasetia, Dimas Regaeloni.

“Mereka melakukan pendaftaran dan mengikuti briefing di TNBTS Ranupani sebelum melakukan pendakian. Selanjutnya, mereka berangkat dan sekitar pukl 21.30 WIB tiba di Ranu Kumbolo. Di sana, rombongan ini mendirikan tenda di bibir Ranu Kumbolo dekat Shelter 4,” katanya.

Selanjutnya, Kamis (6/10/2016) pukul 11.00 WIB, rombongan pendaki ini melanjutkan pendakian menuju titik Kalimati. Sesampai di Cemorokandang, seorang pendaki bernama Luki Prasetia melakukan pendakian terlebih dahulu dan sisanya dua belas pendaki lain menyusul hingga tiba di Kalimati, pukul 16.00 WIB.

Di sana, mereka kembali mendirikan tenda, istirahat dan memasak. Sekitar pukul 19.00 WIB, rombongan pendaki ini pun makan bersama di masing-masing tenda dalam kondisi cuaca hujan gerimis dan angin bertiup kencang. Pada saat makan malam itulah, korban mengeluhkan masuk angin (sakit, red) sehingga hanya menyantap makanan sedikit.

Setelah itu, korban sempat dikerokin untuk mengurangi masuk angin yang dialaminya lalu tidur. Dan diniharinya, Jumat (7/10/2016) pukul 01.00 WIB, sejumlah rekan pendakian korban yang bernama Luki Prasetia bersama Okky Rahmawati dan Dimas Regaeloni melanjutkan pendakian ke Puncak Mahameru. Mereka berangkat sekitar pukul 08.00 WIB.

Sedangkan sisanya masih bertahan di tenda. Saat itulah, sorban keluar dari tenda dan langsung muntah-muntah berupa air. Selanjutnya korban mengeluhkan kepala pusing, perut mual korban dalam posisi duduk diam. Ia masih terus muntah-muntah. Selanjutnya, anggota rombongan lainnya memasak untuk makan siang dan sisanya packing untuk melanjutkan perjalanan ke Ranupani.

Sekitar pukul 10.30 WIB, mereka sarapan dan korban disuapi makan nasi, nugget, tempe goreng dan minum teh tawar hangat. Namun ia hanya makan sedikit dan dimuntahkan kembali. Melihat kondisi itu, pukul 12.30 WIB, rombongan memutuskan untuk turun ke Ranupani. Namun, baru berjalan 200 meter dari pondok pendaki Kalimati, korban tidak kuat berjalan.

“Ia terlihat pucat,bengong, linglung dan pandangannya kosong. Akhirnya seorang anggota rombongan memutuskan untuk mengendong korban Sahat M Pasaribu. Namun, baru 15 meter berjalan, anggota rombongan yang mengendong tidak kuat lagi. Sehingga diputuskan, sebagian rombongan turun meminta bantuan evakuasi ke Pos Resort TNBTS Ranupani. Dan sebagian rombongan lainnya membawa korban dengan tandu ke Jambangan,” kata dia.

Selama perjalanan ke titik Jambangan ini, korban terus muntah-muntah. Sehingga, rombongan memutuskan kembali membangun tenda di titik Jambangan. Di sana, korban dirawat dengan diberikan minyak kayu putih. Sekitar pukul 18.00 WIB, mereka memasak untuk makan malam korban sekaligus diberikan obat paracetamol untuk mengurangi sakitnya.

“Selanjutnya, mereka menunggu bantuan yang datang dan selama itu Sahat M Pasaribu terus merasa mual dan pusing. Kondisinya semakin parah, dengan nafasnya mulai serak dan ada lendir yang menganggu pernafasannya. Tubuhnya juga panas, kepala pusing dan tidak bisa diajak berkomunikasi lagi. Korban hanya berbaring menggunakan sleeping bed rangkap dua dan ditambah selimut yang juga rangkap dua. Selama itu, nafasnya tetap sesak dan masih mau muntah-muntah,” kata Hendro Wahyono Plt Kepala BPBD Kabupaten Lumajang.

Kondisi itu berlanjut hingga, Sabtu (8/10/2016), pukul 00.09 WIB, di saat tim evakuasi datang berjumlah empat orang. Tim evakuasi memberikan bantuan oksigen dan mengkompres leher korban dengan air panas. Namun, nafas korban semakin tidak teratur dan tetap diberikan bantuan oksigen. Sampai akhirnya, nafas korban tiba-tiba terhenti. Kondisi itu membuat terkejut seluruh anggota rombongan dan tim evakuasi di sana.

Mereka melakukan pemeriksaan denyut nadi, ternyata dinyatakan tidak ada alias korban telah meninggal. Meski demikian, korban terus diberikan bantuan oksigen namun tetap tidak ada reaksi. “Hingga akhirnya, korban pun dievakuasi turun ke Pos Resort TNBTS di Ranupani dan dilanjutkan ke RSD dr Haryoto Lumajang. Kondisinya telah dinyatakan meninggal,” kata Hendro Wahyono. (her/fik)

Teks Foto :
– Evakuasi jenasah pendaki Sahat M Pasaribu ke ruang pemulasaraan RSD dr Haryoto Lumajang.

Foto : Sentral FM.

Berita Terkait

Surabaya
Minggu, 24 November 2024
30o
Kurs