Peristiwa hilangnya dua survivor pendaki asal Cirebon di puncak Gunung Semeru kembali membuat sibuk tim gabungan dari berbagai instansi dan relawan untuk menyisir jalur pendakian. Namun, insiden ini juga kembali menunjukkan bahwa pendaki tidak sepenuhnya mematuhi rekomendasi pendakian di gunung tertinggi di Pulau Jawa ini.
Hendro Wahyono Kepala Bidang Pencegahan, Kesiapsiagaan dan Logistik BPBD Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Minggu (22/5/2016), mengatakan pendaki seharusnya mematuhi rekomendasi batas pendakian di gunung dengan ketinggian 3.676 meter diatas permukaan laut (mdpl) ini yang ditetapkan sampai titik Kalimati saja.
“Rekomendasi itu ditetapkan karena puncak Mahameru sesuai pengajatan PVMBG berbahaya. Selain itu untuk menghindari peristiwa seperti yang dialami kedua pendaki asal Cirebon ini, tersesat saat turun karena salah mengambil jalur,” katanya.
Pelanggaran batas pendakian ini, sebelumnya juga menjadi perhatian khusus dari Kepala Balai Besar TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) John Kennedy yang menegaskan bahwa setiap pendaki akan mendapat briefing sebelum melakukan pendakian. Pada briefing ini ditekankan agar pendaki tidak melanggar batas pendakian yang ditetapkan sampai titik Kalimati saja.
“Pendaki juga diwajibkan menandatangani surat pernyataan untuk mematuhi rekomendasi ini. Namun kalau di lapangan ternyata pendaki melakukan pelanggaran dengan menerobos kebpuncak Mahameru, maka resikonya menjadi tanggungjawab pribadi,” kata John Kennedy.
AKP Jaman Kapolsek Senduro secara terpisah juga menyebutkan, dari penyisiran yang dilakukan tim gabungan sementara ini belum menemukan jejak kedua pendaki yang hilang. Kedua survivor itu, masing-masing Zirli Gita Ayu Safitri (17), pelajar asal Desa Bojong Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon dan Supyadi (27), asal Blok 4 Tegal Lempuyangan Lor, Tegal Gubug, Cirebon.
“Belum ada tanda-tanda atau jejak yang ditemukan tim SAR gabungan. Karena dari treking jejak yang dilakukan tidak ditemukan satupun penanda yang ditinggalkan kedua pendaki. Ini dimungkinkan kedua survivor tersebut masih amatir. Sebab jika sudah berpengalaman tentu ada jejak atau penanda yang ditinggalkan agar mudah diketahui leberadaannya. Bisa berupa potongan kain, tulisan di kertas atau lainnya,” jelasnya.
Kapolsek Senduro yang melakukan koordinasi dan memantau langsung upaya pencarian kedua survivor pendaki asal Cirebon di Pos Resort TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) ini juga mengungkapkan kronologis hilangnya kedua pendaki sesuai keterangan yang disampaikan empat anggota rombongan lainnya. Keempat rekan pendaki tersebut, masing-masing Ketua Rombongan Sukron, Ahmad Khaerudin, Lindianasari dan Rizatul Rizki.
Dari keterangan mereka disampaikan jika pendakian dilakukan rombongan pendaki yang berjumlah 6 orang ini sejak Selasa (17/5/2016). Rombongan ini berangkat dari Ranupani menuju Ranu Kumbolo dan melanjutkan perjalananya ke Kalimati pada Rabu (18/5/2016). Di Kalimati, rombongan pendaki ini beristirahat sehari sebelum melanjutkan perjalanannya menuju puncak Mahameru pada Kamis (19/5/2016).
Namun sampai batas vegetasi, dua pendaki diantaranya turun kembali ke Kalimati karena sakit. Sedangkan empat pendaki lainnya melanjutkan perjalananya ke pucak Mahameru. Empat pendaki tiba di titik Watugede pukul 08.00 WIB.
“Mereka sempat beristirahat di Watugede. Namun dua pendaki menyusul sakit. Sehingga perjalanan ke puncak Mahameru hanya dilanjutkan dua pendaki yang kondisinya masih fit. Yakni Zirli Ayu Gita Pratiwi dan Supyadi saja,” bebernya.
Ekspedisi menembus puncak tertinggi di Pulau Jawa ini akhirnya berbuah petaka. Pukul 08.00 sampai 14.00 WIB, Sukron selaku Ketua Rombongan dan 1 orang pendaki lain yang menunggu di Watugede, tidak melihat kedua survivor turun dari perjalanan ke puncak Mahameru. Akhirnya Sukron dan pendaki yang tesisa memutuskn turun ke titik Kalimati, menemui dua pendaki anggota rombongannya yang stay disana karena sakit.
“Di titik Kalimati inilah rombongan pendaki asal Cirebon ini bertemu dengan Sukaryo, Saver Semeru. Mereka kemudian melaporkan hilangnya kedu survivor. Jumat (20/5/2016) pukul 06.00 WIB, Sukaryo yang memutuskan melakukan treking untuk mencari jejak kedua pendaki yang hilang ke puncak Mahameru tidak berhasil menemukan keberadaan mereka. Selanjutnya pukul 20.00 WIB, peristiwanya dilaporkan ke Pos Resort TNBTS Ranupani,” urainya.
Laporan ini, lanjut AKP Jaman, ditindaklanjuti Kepala Pos Resort TNBTS Ranupani dengan mengirimkan tim advance untuk melakukan pencarian selama 1x 24 jam, namun tidak membuahkan hasil. Selanjutnya tepat pukul 20.00 WIB, jalur pendakian Gunung Semeru resmi dinyatakan tertutup utk umum dan ditetapkan Open SAR untuk pencarian terhadap kedua survivor.
“Saat ini petugas dan para pihak di Ranupani terus melakukan Open SAR dengan dukungan perkuatan 6 tim untuk menyisir jejak ke puncak,” demikian pungkas AKP Jaman. (her/dwi)