Sabtu, 23 November 2024

Candi Kedungsari Diyakini Jadi Persinggahan Raja Hayam Wuruk di Lumajang

Laporan oleh Sentral FM Lumajang
Bagikan

Candi Kedungsari di Desa Kedungmoro, Kecamatan Kunir, Kabupaten Lumajang memang belum begitu dikenal seperti candi lainnya di Jawa Timur. Namun, candi yang masih diteliti oleh Tim Balai Arkeologi (Balar) Jogjakarta bersama BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) Trowulan ini, bukan candi biasa.

”Candi ini raya, dalam arti sangat indah. Nilai sejarahnya sangat penting. Menurut naskah kuno, Candi Kedungsari diduga kuat persinggahan Hayam Wuruk, Raja Majapahit yang termasyur saat melakukan perjalanan muhibah,” kata Hery Priswanto koordinator Tim Peneliti Balar Jogjakarta kepada Sentral FM, Senin (15/8/2016).

Di sela melakukan penggalian atau Ekskavasi situs Candi Kedungsari, arkeolog jebolan Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta ini mengungkapkan, perjalanan muhibah Raja Hayam Wuruk seperti yang dijelaskan dalam naskah kuno, dilakukan di berbagai lokasi di Jawa Timur.

“Salah-satunya di wilayah Kecamatan Kunir, Kabupaten Lumajang ini. Ini merupakan salah satu candi yang disinggahi Raja Hayam Wuruk. Sebenarnya di Desa Kedungmoro ini ada dua candi. Selain Candi Kedungsari, yang satunya lagi adalah Candi Kedungmoro yang saat ini sudah tidak berbentuk,” paparnya.

Berdasarkan laporan penelitian tahun 1997, Tim Balar Jogjakarta pernah melakukan survei di sana, namun situs Kedungmoro sudah rusak. Dan, Candi Kedungsari ini terselamatkan setelah secara tidak sengaja diketemukan oleh pembuat batu-bata yang hendak menggali bahan baku tanah.

“Bangunan candi 6,5 x 6,5 meter ini dilengkapi dengan hiasan yang bagus sekali. Komponen bangunan dan reliefnya sangat indah. Kalau ini bangunan biasa saja, tidak mungkin reliefnya sebegitu indah. Ini tentunya sangat menarik, karena menjadi persinggahan kunjungan Raja Hayam Wuruk di masa lalu,” terangnya.

Dari penelitian awal ini, Candi Kedungsari juga menganut pakem Silpa Sastra yang merupakan buku induk untuk pembuatan candi di era Kerajaan Majapahit. Di antaranya ada kemiripan antara relief gajah yang ditemukan dengan candi-candi era kerajaan Majapahit lainnya.

Untuk usia atau era candi ini sendiri, tim saat ini menggunakan dua pendekatan. Yakni relatif, dengan menggunakan perkiraan atas data dukung komponen yang ditemukan disertai acuan dari komponen artefaknya. Pendekatan lainnya adalah absolut, dengan mencari data arang atau carbon dating.

“Arang itu penting untuk penelitian waktu dengan melibatkan BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional) guna memperkirakan usia candi ini sebenarnya. Selain itu juga bisa ditentukan jika ditemukannya prasasti di sekitar candi,” tuturnya.

Lebih lanjut, Tim Balar Jogjakarta juga berencana menggadeng tim dari geologi atau geografi fisik guna melakukan penelitian lanjutan. Tim Geologi atau Geografgi fisik diperlukan untuk menjelaskan kenapa bangunan candi lainnya, yakni Candi Kedungmoro serta Candi Kedungsari yang saat ini digali untuk ekskavasi bisa runtuh.

“Dugaan awal kami dari melihat stuktur tanahnya, candi ini runtuh karena pengaruh letusan dari Gunung Semeru. Tetapi nanti ada ahlinya yang bisa memperkuat dugaan ini,” timpalnya.

Hasil ekskavasi itu nantinya akan dituangkan melalui dua aspek. Yakni aspek penelitian dengan tindak lanjut dilakukannya penelitian lebih lanjut untuk memperoleh data komponen bangunan, termasuk lingkungan fisik.

Yang kedua, lanjut Hery Priswanto, dari sisi pelestarian yang akan disampaikan ke BPCB Trowulan dan Pemkab Lumajang. Di antaranya untuk penetapan statusnya sebagai cagar budaya. “Selain itu, Pemkab Lumajang juga harus memperjelas status tanah, pengembangan di lokasi dan pelestarian dengan pemugarannya,” pungkasnya.

Sementara itu, M Ikhwan dari Balai Penelitian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan menyampaikan, pelestarian situs Candi Kedungsari ini sangat penting dilakukan karena adanya peristiwa sejarah di belakangnya.

“Di Lumajang memang tidak banyak situs Candi yang ditemukan, namun Candi Kedungsari ini istimewa atau raya, karena dari sisi ragam hias artitekturalnya banyak relief-relief yang bagus. Sehingga bisa dipastikan candi ini sangat indah atau raya pada zamannya. Nantinya bisa dijadikan penelitian untuk multi disiplin ilmu, tranfer ilmu pendidikan, cagar budaya dan wisata budaya,” katanya.

Terkait pemugaran candi, ia mencontohkan bahwa saat ini BPCB Trowulan tengah melakukan pemugaran di dua tempat. Yakni Candi Darmo di Sidoarjo dan Candi Pesanggrahan di Tulungaggung. Untuk pemugaran Candi Darmo di Sidoarjo, penelitiannya telah dimulai sejak zaman Belanda. Desain arsitekturalnya sudah ditentukan, hanya candinya rusak karena rapuh.

“Kita mengingatkan pentingnya rekontruksi dengan pemugaran oleh BPCB dengan dana APBN. Di Candi Pesanggrahan di Tulungagung juga dipugar dengan kajian karena situsnya sangat indah, berdiri di atas batu yang diperkuat dengan bata-bata. Candinya sendiri dibuat dari batu. Kondisi yang perlu direkontruksi kemudian dilakukan. Apalagi peran pemerintah daerah juga sangat aktif,” tandasnya. (her/rid/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs