Persoalan harga bahan baku pisang yang dibutuhkan industri pembuatan kripik di Kabupaten Lumajang, sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda stabil. Akibat kelangkaan bahan baku pisang ini juga yang mengakibatkan belasan industri pembuatan kripik gulung tikar.
“Pasalnya, persoalan perdagangan ditentukan sistem pasar yang terus bergerak. Tingginya harga pisang dan permintaan dari luar daerah membuat pedagang lebih memilih menjual harga ke penawar tertinggi,” kata Drs Agus Eko Kepala Disperindag Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Selasa (22/3/2016).
Sementara itu, masih katanya, pembeli dari luar daerah lebih mampu dibandingkan dengan di dalam daerah. “Petani pisang juga akan lebih berpikir praktis saja. Karena mereka tentu akan menjual ke pembeli dengan penawaran tertinggi,” paparnya.
Kondisi tersebut diakuinya, menjadi kendala terhadap belum adanya soluasi untuk membangkitkan kembali industri keripik yang sampai saat ini masih tetap berhenti produksi alias gulung tikar. “Sejauh ini memang masih belum ada solusi,” ujarnya.
Pasalnya, jumlah komoditi pisang juga masih belum memenuhi kebutuhan para pelaku usaha industri keripik pisang. Terbukti dengan banyaknya industri pengolahan keripik pisang masih kesulitan mendapatkan bahan baku yang murah.
Padahal, pisang di Lumajang ternyata tidak hanya dipasok dari daerah-daerah di Lumajang saja. Dimana untuk wilayah Lumajang, komoditi ini dipasok dari petani di wilayah Kecamatan Senduro, Gucialit, Pasrujambe, dan Pronojiwo.
Untuk komoditi pisang yang dipasok dari luar daerah, diantaranya dikirim dari daerah-daerah sekitarnya, seperti Probolinggo. Hanya saja, jumlah pisang yang masuk ke Lumajang itu juga masih belum bisa menstabilkan harga pisang. “Seperti di pasar Klakah dan Ranuyoso, ada juga komoditi pisang yang dijual di dana ternyata kiriman dari Probolinggo,” kata Agus.
Namun, komoditi pisang kiriman dari daerah sekitar Lumajang hanya untuk jenis tertentu yang bukan merupakan pisang khas Lumajang. “Kalau untuk pisang agung yang khas Lumajang dan juga menjadi bahan baku industri keripik, itu hanya dipasok dari wilayah Lumajang saja,” urainya.
Kepala Disperindag Kabupaten Lumajang juga mengakui bahwa harga pisang tersebut juga tidak hanya menjadi tanggung-jawab instansinya saja. Karena juga menjadi tanggung-jawab instansi lainnya, seperti Kantor Perkebunan dan Dinas Pertanian.
“Sejauh ini kami sudah melakukan koordinasi dengan Kantor Perkebunan, tapi memang belum maksimal. Sedangkan untuk Dinas Pertanian, segera akan kami koordinasi untuk mengatasi problem kelangkaan bahan baku pisang ini. Rencananya, pekan depan kami akan mengumpulkan pengusaha olahan makanan. Disana akan dicari solusi bagaimana caranya agar harga pisang kembali stabil,” bebernya.
Untuk komoditi pisang ini, lanjut Agus Eko, masih belum ada regulasi sehingga harganya bisa stabil. Karena memang komoditi pisang masih belum menjadi komoditas yang memicu inflasi.
Meski begitu, Disperindag berharap mayarakat petani pisang di Lumajang bisa mendahulukan kebutuhan dalam wilayah daripada besar-besaranmengirim ke luar daerah. “Ini sifatnya imbauan yang terus kami sosialisasikan kepada petani kita di bawah. Agar para petani pisang lebih mendahulukan kebutuhan di dalam Lumajang daripada di luar Lumajang,” ujarnya.
Selain itu, petani juga diharapkan mau menanam lebih banyak lagi tanaman pisang khususnya pisang agung dan pisang mas kirana. Karena dua pisang itu telah menjadi ikon bagi Kabupaten Lumajang yang banyak mendapatkan pesanan pengiriman dari luar daerah dan luar negeri.
“Kondisi harga pisang yang begitu mahal ini, saya nilai juga bisa menjadi pembelajaran bagi masyarakat dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Karena MEA akan memberikan kompetisi yang lebih besar lagi dibandingkan dengan kondisi persaingan dengan pembeli dari luar kota,” demikian pungkas Agus Eko. (her/dwi)