Forum UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) Kabupaten Lumajang mencatat sebanyak 15 industri rumahan keripik pisang yang menjadi anggotanya, telah 5 bulan lebih tidak berproduksi. Akibatnya, industri kecil rumahan ini jadi gulung tikar.
“Kalaupun ada yang bertahan, saat ini sudah tidak lagi memproduksi keripik pisang. Melainkan beralih ke keripik singkong. Pasalnya untuk memproduksi keripik jenis lainnya, semisal talas atau ketela ungu, harganya juga mahal,” kata Adi Sucipto Ketua Forum UMKM Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Sabtu (12/3/2016).
Dikatakannya, kondisi ini telah berlangsung cukup lama tanpa adanya solusi yang dilakukan instansi terkait. Kesulitan yang dihadapi para pelaku industri rumahan ini adalah bahan baku yang semakin langka. Pasalnya selain sulit diperoleh, harganya juga sangat mahal.
Sebagai perbandingan, harga bahan baku pisang per tandan bisa mencapai Rp40 ribu untuk jenis pisang embuk dan rojonongko. Sebelumnya harga bertandan berkisar Rp20 ribu sampai Rp25 ribu. Untuk jenis pisang agung bisa mencapai Rp80 ribu sampai Rp100 ribu dari sebelumnya Rp50 ribu per tandan.
“Kalau dipaksakan memproduksi keripik pisang, maka pelaku industri rumahan keripik juga akan kesulitan menjualnya. Mau menjual berapa di pasaran, karena kalau terlalu mahal khawatirnya tidak laku. Akibatnya saat ini keripik pisang di Lumajang ini juga sulit ditemukan di pasaran. Kalaupun ada ya tentu harganya mahal,” paparnya.
Sebagai perbandingan, saat ini untuk keripik pisang yang curah harganya sudah mencapai Rp50 ribu per kilogram dari normalnya Rp25 ribu.
“Inipun sudah tidak ada yang produksi lagi. Karena para pelaku industri rumahan ini tidak mampu lagi membeli bahan baku yang semakin mahal,” katanya.(her/dop/ipg)