Sebagai salah satu sentra penghasil ternak ayam potong jenis broiler di Jawa Timur, produktivitas 700 peternak Lumajang mencapai 1,2 juta ekor per bulan.
drh Gatot Subiyantoro Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Selasa (25/8/2015), mengatakan para peternak ini tersebar di berbagai wilayah kecamatan, terkecuali daerah lereng pegunungan karena rentan penyakit.
“Dalam setahun, peternak hanya mampu memanen ayam sebanyak tujuh kali saja. Setelah panen ada interval waktu seminggu untuk mengosongkan kandang guna dibersihkan. Sehingga kandang ayam tidak dioperasikan untuk pembesaran ternak ayam secara terus-menerus,” katanya.
Hasil ternak ayam di Lumajang men-supply berbagai daerah, mulai dari Kabupaten Jember, Malang hingga Surabaya. “Yang dikosumsi di tingkat lokal tidak sampai 30 persennya,” katanya.
Mengenai lonjakan harga daging ayam potong jenis broiler di pasaran hingga di kisaran Rp30 ribu perkilogramnya, Gatot mengatakan hal ini disebabkan mekanisme harga ayam potong di pasaran sepenuhnya dikendalikan oleh para tengkulak. “Mereka yang menguasai mulai hulu sampai hilir peredaran ternak ayam di pasaran,” katanya.
Mahalnya harga ayam potong di pasaran, justru berbanding terbalik dengan harga beli ayam potong langsung dipeternakan. “Harga ayam potong broiler di peternakan, terutama yang dilakukan para mitra yang berperan sebagai pengkulaknya, berkisar hanya Rp. 18 ribu perkilogram berat hidup. Timbangan berat hidup ini, sama dengan 55 persen berat mati karena ternak ayam harus dibuang bulu, jeroan, dan dipisahkan kepala dan ceker (kakinya, red),” tuturnya.
Gatot Subiyantoro juga mengungkapkan, pihaknya tidak bisa ikut mengontrol harga. “Terus-terang kami tidak bisa melakukan intervensi, meski kondisi ini sangat merugikan peternak mandiri karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk bernegosiasi pasar,” katanya. (her/iss/ipg)