Kasus tambang berdarah di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang hingga saat ini mengundang berbagai komisi negara untuk turun melakukan investigasi langsung ke desa tersebut.
Pada Senin (12/10/2015), Tim Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Timur turun ke Lumajang untuk melakukan investigasi kasus ini. Tim yang datang dipimpin DR Agus Widiyarta, Ssos. Msi selaku Kepala Ombuddsman RI Perwakilan Jatim. Ia bersama dua anggotanya, melakukan investigasi terhadap dua lembaga, yakni Pemkab dan Polres Lumajang.
DR Agus Widiyarta sesuai melakukan pertemuan dengan Drs H As`at Malik, MAg Bupati didampingi Masudi Sekda dan pejabat lainnya, mengatakan bahwa Ombudsman RI sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, sengaja hadir ke Lumajang untuk melakukan investigasi atas kemauan sendiri.
“Ada dua tempat yang diinvestigasi, yakni Polres dan Pemkab Lumajang. Di Pemkab Lumajang, kami mengumpulkan data terkait dugaan pembiaran illegal minning atau pertambangan pasir illegal. Kami mengumpulkan data mengenai kewenangan Pemkab Lumajang yang berhubungan dengan pertambangan illegal,” katanya.
Setelah di Pemkab Lumajang, Ombudsman juga melakukan pertemuan dengan petinggi kepolisian di Polres Lumajang. “Di kepolisian, kami melakukan pertemuan dengan Kapolres Lumajang dan Kabid Hukum Polda Jatim. Kami mendapatkan penkelasa langkah-langkah yang dilakukan kepolisian. Soal adanya dugaan pembiaran atas laporan pengancaman yang disampaikan Tosan, sudah dijelaskan apa yang telah dilakukan kepolisian. Ini juga sebatas data,” tuturnya.
Selanjutnya, Ombudsman juga menghimpun keterangan dari kepolisian terkait proses penyidikan, penyelidikan, penuntutan dan sebagainya, terhadap kasus kematian Salim Kancil dan pengeroyokan Tosan. “Yang kita tekankan, kepolisian harus professional dalam melakukan langkah-langkah ini. Tidak boleh diskriminatif. Semuanya harus diproses. Kalau sekarang 29 tersangka, kalau masih ada orang-orang lain juga harus diusut tuntas,” ujarnya.
“Kita mengawal terus, agar apa yang dilakukan polisi profesional dan tidak diskriminatif. Di Polda Jatim, kami akan melakukan penelitian dengan memonitor terus. Apakah ada mall administrasi yang dilakukan pelaksanaan kepolisian selain di Polsek. Karena saat ini penyidikannya hanya di tingkat Polsek saja. Ke Polres kan belum,” urainya.
Soal Peraturan Desa (Perdes), yang mengatur pungli untuk kendaraan yang melewati jalan Desa dan diwajibkan membayar pungli dalam jumlah tertentu, akan dianalisa juga oleh Ombudsman RI. Termasuk juga soal timbangan, apakah dananya masuk kas daerah atau tidak. Aliran dana tambang, yakni pajak dan bagi hasil timbangan yang dilakukan pihak swasta.
“Kita teliti hal ini, apakah ada unsur korupsi atau pungli. Jika memang bagian dari unsur korupsi, maka kita akan teliti lebih jauh. Kalau ada pembayaran-pembayaran kepada pihak lain, juga akan kita teliti lebih jauh. Apalagi tahun 2014, kepolisian sudah menyidik kasus yang sama dengan yang dilakukan Kades Sleok Awar-Awar Hariyono. Berarti ini kejadian yang sudah dua kali terjadi. Pemkab Lumajang apa yang sudah dilakukan untuk pengawasan, ternyata belum ada pengawasannya,” demikian pungkas DR Agus Widiyarta.(her/ipg)
Teks Foto :
– DR Agus Widiyarta, Ssos, Msi Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jatim di Kantor Pemkab Lumajang.
Foto : Sentral FM