Di SMA Luar Biasa Lumajang, Ujian Nasional (UN) hanya diikuti 5 siswa tuna rungu dan seorang siswa tuna netra. Keenam siswa difable peserta UN ini ditempatkan dalam satu ruang ujian yang sengaja diberi sekat pembatas di tengah-tengahnya untuk membedakan kedua klasifikasi peserta didik untuk UN di SMA Luar Biasa ini.
Dra Sri Aminah Kepala Sekolah SMA Luar Biasa Lumajang ditemui Sentral FM di sekolahnya, Selasa (14/4/2015), mengatakan bahwa untuk siswa tuna netra diberikan naskah soal khusus dengan huruf Braille dalam pelaksanaan UN ini. “Sampai hari kedua ini, tidak ada kendala dalam pelaksanaannya. Semuanya lancar, pengawas juga melaksanakan tugasnya dengan dikawal aparat kepolisian,” katanya.
Jadwal ujian smapai hari kedua ini, siswa berkebutuhan khusus di Kabupaten Lumajang ini telah menyelesaikan ujian bidang studi Bahasa Indonesia dan Matematika. “Untuk hari terakhir, Rabu (15/4/2015) besok, jadwalnya adalah bidang studi Bahasa Inggris,” paparnya.
Sebelum pelaksanaan UN, diungkapkan Sri Aminah, sebelumnya para siswa telah diberikan pembekalan melalui test melalui soal-soal yang rutin diberikan untu dikerjakan mereka.
”Sehingga anak-anak bisa dan ingat ketika mengerjakannya. Hanya khusus untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia pada hari pertama kemarin, memang siswa tuna netra mengalami kesulitan tersendiri. Yakni untuk memahami naskah soal yang bercerita,” terangnya.
Namun, kendala itu bisa diantisipasi oleh para pengawas Satuan Pendidikan yang bertugas dengan memberikan bantuan penjelasan kepada peserta didik. “Jadi, sifatnya hanya memberikan petunjuk atau panduan untuk menjelaskan maksud dari soal yang harus dikerjakan saja,” tuturnya.
Para pengawas dilarang memberikan petunjuk berupa kunci jawaban kepada mereka. Hal itu sesuai syarat yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan UN bagi anak didik dari kalangan difabel ini. “Sesuai petunjuk, memang diperbolehkan memberikan penjelasan agar anak didik memahami soal. Tidak boleh memberikan kunci jawaban kepada mereka,” urainya.
Apalagi, khusus untuk siswa tuna netra, pelaksanaan UN kali ini diberikan dua soal, yakni Awas dan Braille. Untuk Awas, bisa diberikan panduan atau petunjuk guna memahami soal yang diujikan. “Soal Awas ini mungkin dimaksudkan bisa diberikan penjelasan oleh guru atau pengawas,” jlentrehnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sri Aminah juga menjelaskan bahwa anak didik di SMA Luar Biasa Lumajang terdata sebanyak 14 siswa. Namun hanya 6 siswa saja yang terdaftar mengikuti UN. Pasalnya, 8 siswa lainnya berkategori tuna grahita yang sesuai juklak dan juknis tidak diikutkan dalam pelaksanaan UN.
“Untuk siswa tuna grahita memang tidak diwajibkan mengikuti UN. Karena mereka terlambat dalam berpikir. Siswa tuna grahita ada tiga kategori, masing-masing debil, embisil dan idiot. Untuk debil dan embisil masih bisa diberikan pendidikan, meskipun tidak mudah mengarahkannya. Namun untuk idiot, sama sekali tidak bisa apa-apa,” bebernya.
Dan siswa tuna grahita hanya diikutkan dalam Ujian Akhir Sekolah yang telah diselenggarakan 23 Maret lalu, yang diikuti anak didik dengan kategori debil dan embisil. Jumlah siswa tuna grahita yang ikut Ujian Akhir Sekolah sebanyak 8 anak didik. Ujiannya juga mengacu kemampuan mereka untuk berketerampilan sebagai bekal agar bisa mandiri.
“Jadi, kemampuan siswa tuna grahita itu tidak hanya sekedar bisa makan sendiri, pakai sepatu sendiri, memasang kancing sendiri, sampai membuat hasta karya keterampilan apa yang ia bisa. Kemampuan untuk membuat berbagai produk kerajinan itu terus dipoles agar kemampuan mereka terus bertambah, sehingga diharapkan ke depannya bisa mandiri. Di antaranya batik, lukisan kaca dan masih banyak lainnya,” kata Sri Aminah. (her/ipg)
Teks Foto :
– Peserta didik di SMA Luar Biasa Lumajang mengikuti UN.
Foto : Sentral FM