Sabtu, 23 November 2024

Kementan RI Pesimis Swasembada Kedelai Nasional Bisa Dicapai

Laporan oleh Sentral FM Lumajang
Bagikan

Target pencapaian swasembada kedelai nasional guna mengakhiri ketergantungan dengan komoditi impor, sulit direalisasikan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) RI.

Ir Wasito Hadi Kasubdit Padi, Irigasi dan Rawa Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI kepada Sentral FM saat dikonfirmasi di sela-sela kunjungan kerjanya di Kabupaten Lumajang, Senin (7/9/2015) mengatakan, swasembada kedelai nasional sulit dicapai.

“Karena insentifnya tidak ada. Kalau analisa usaha tani BPS, petani tidak untung kalau menanam kedelai. Idealnya, harga kedelai 1,5 kali harga beras. Karena nilai gizi kedelai lebih banyak dibandingkan beras. Kedelai bisa dijadikan tahu, tempe, kecap, susu kedelai dan masih banyak produk pangan lainnya,” katanya.

Apa yang disampaikan oleh Wasito Hadi ini bukannya tanpa alasan. Ia mengungkapkan, pada Tahun 1992-1993, Indonesia pernah mencapai swasembada kedelai karena harganya 1,5 kali dari harga beras.

“Di image kita, harga kedelai itu harus murah. Padahal tidak seperti itu seharusnya. Karena kedelai memiliki nilai gizi yang tinggi sehingga harus mendapat harga yang lebih baik dari beras. Contohnya di negara-negara maju, harga komoditi kedelai lebih mahal dari beras. Dan di sana perbedaannya, dunia usaha mensupport pertanian, berbeda dengan di sini (Indonesia). Dimana, pertanian yang mahal mensupport dunia usaha,” terangnya.

Saat ini, masih menurut Wasito Hadi, total produksi kedelai nasional mencapai lebih dari 900 ribu ton, dengan total jumlah kebutuhan sebanyak 2,3 juta ton. Jumlah produksi kedelai ini, telah mengalami peningkatan dibandingkan musim tanam tahun sebelumnya.

“Namun dengan jumlah produksi itu, kita masih harus mengimpor 1,5 juta ton kedelai dari berbagai negara. Karena jumlahnya masih belum mencukupi kebutuhan nasional. Impor ini sulit untuk dihentikan, karena hasil panen tidak sepadan dengan jumlah kebutuhan nasional. Karena kita masih makan tahu dan tempe,” tukasnya.

Meski pesimis, lanjutnya, Kementan RI akan terus berupaya untuk mengejar tercapainya swasembada kedelai nasional. Termasuk, dalam panen raya akhir September hingga Oktober mendatang akan dilihat berapa banyak produktivitas kedelai nasional yang dihasilkan petani.

“Paling tidak, hasil dari panen raya mendatang bisa menutup kebutuhan nasional di tengah mahalnya harga kedelai impor karena naiknya nilai tukar dollar saat ini,” ujarnya.

Luasan lahan yang akan dilakukan panen raya, diungkapkan lebih lanjut oleh Wasito Hadi, mencapai 800 ribu hektar. Lahan tanam kedelai ini merupakan lahan yang tidak ideal untuk padi, namun bisa tumbuh utnuk menanam kedelai.

“Luasan lahan ini sebenarnya masih belum ideal. Karena idealnya lahan kedelai nasional harus mencapai lebih dari 1 juta hektar,” demikian pungkas Wasito Hadi.

Untuk Provinsi Jawa Timur, menurut R Bagus Adhirasa Kasi Padi Bidang Produksi Dinas Pertanian Jawa Timur, produksi kedelai telah memberikan kontribusi 38 persen kebutuhan nasional atau sebanyak 350 ribu ton.

“Provinsi Jatim terbaik produksi kedelai di tingkat nasional. Di Jatim, luasan lahan kedelai mencapai 250 ribu hektar, atau mencapai 30 persen luas lahan kedelai nasional. Dan produksinya mencapai 350 ribu ton,” katanya.

Namun, produksi kedelai Provinsi Jatim juga belum memenuhi kebutuhan masyarakat di 38 Kabupaten/Kota. Pasalnya, jumlah kebutuhan kedelai masyarakat Jatim pertahunnya mencapai 450 ribu ton. “Sehingga masih kurang 100 ribu ton, sehingga untuk mencukupi kekurangannya masih membutuhkan impor kedelai,” urai R Bagus Adhirasa. (her/dwi)

Teks Foto :
– Ir Wasito Hadi Kasubdit Padi, Irigasi dan Rawa Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI dan R Bagus Adhirasa Kasi Padi Bidang Produksi Dinas Pertanian Jawa Timur dalam temu lapang GPPTT bersama para petani di Desa Karangsari, Kecamatan Sukodono, Kabupaten Lumajang.
Foto : Sentral FM

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
31o
Kurs