Bagi teman satu rombongan Dania yang turut dalam ekspedisi pendakian Gunung Semeru yang mengakibatkan nyawanya melayang setelah tertimpa reruntuhan batu besar dari puncak, ada firasat yang menandakan kejadian buruk itu akan menimpa sejak awal.
Wigi Giovani (19), rekan pendaki sekaligus teman sekampusnya di Universitas Pasundan Bandung Fakultas Teknik Industri Semester 3 kepada Sentral FM di Instalasi Pemulasaraan RSD dr Haryoto Lumajang, Kamis (13/8/2015) mengatakan, setiba di pos Kalimati mereka mendirikan tenda dan terus berbincang rencana pendakian ke Puncak Gunung Semeru.
“Saat itu Dania terlihat ceria-ceria saja. Karena sosok Dania memang orang yang ceria. Cuaca saat itu juga cerah tidak ada badai, sehingga kami yakin pendakian ini sukses. Kami berangkat dari Kalimati, pukul 24.00, bersama puluhan kelompok pendaki lainnya,” ucapnya.
Setiba di titik yang menjadi lokasi reruntuhan bebatuan sekitar setengah jam perjalanan menuju puncak itulah, rombongan empat pendaki ini dikejutkan dengan bebatuan yang mulai jatuh.
“Awalnya kami teriak ada batu jatuh. Kami terus siaga. Dania tampaknya sudah merekam semua kesiagaan ini,” terangnya.
Bahkan, di saat genting itu, Dania juga mengajak tiga rekan pendaki lainnya untuk melaksanakan sholat Subuh berjamaah. “Dania hanya bilang, ayo kita sholat Subuh berjamaah, agar perjalanan kita selamat. Tapi, situasi dan kondisi tidak memungkinkan, sehingga kami mengajaknya terus melanjutkan perjalanan. Itu yang diucapkan terakhir oleh Dania, mengajak sholat,” paparnya.
Setelah itu, lanjut Wigi Giovani, bebatuan runtuh lagi hingga menimpa Dania.
“Saya tidak melihat apapun, karena pandangan tertutup debu dan kabut. Namun, kami melihat samar-samar Dania terkulai. Saat saya periksa denyut nadinya masih ada. Dia hanya mengeluh sesaat dan selanjutnya tidak ada lagi,” ucap Wigi Giovani seraya matanya berpeluh air mata. (her/dop/rst)