Rodi Susanto, Kepala Sekolah SDN Selok Awar-Awar 01 dan 03, Kecamatan Pasirian, Lumajang mengatakan, di SDN Selok Awar-Awar 01 bersekolah anak korban Salim Kancil yang berinsial DES yang duduk di kelas 5. Sedangkan di SDN Selok Awar-Awar 03, anak korban Tosan yang berinisial RF yang duduk di kelas 5, satu sekolah dengan RB, anak dari Tejo Sampurno, tersangka kasus tambang berdarah yang saat ini telah ditahan di Polda Jatim.
Pihak sekolah, kata Rodi Susanto, saat ini melakukan pengawasan ketat, dan berupaya untuk membantu pemulihan kondisi pesikologis mereka agar tidak lagi mengingat peristiwa sadis yang dilihat maupun didengarnya saat kejadian.
“Meski demikian, sekolah sampai ini ini juga menilai masih membutuhkan tenaga konseling untuk mempercepat pemulihan kondisi psikologis mereka. Termasuk juga untuk mempercepat rekonsiliasi diantara anak korban dan pelaku yang bersekolah di satu atap. Kalau saat ini kami menyerahkannya kepada guru kelas dibantu staf pengajar lainnya yang ikut mengawasi,” paparnya.
Lebih jauh dijelaskannya, bahwa perkembangan psikologis anak-anak korban dan pelaku kasus tambang berdarah ini sudah mulai menunjukkan grafik yang positif dibandingkan awal saat kejadian. Dimana saat itu, mereka terkesan jadi pendiam, dan selalu merenung.
“Untuk itu, pihak sekolah kemudian berupaya agar situasi menjadi lebih tenang untuk memulihkan kondisi psikologis anak. Biar anak-anak tidak takut atau ingat terus dengan kejadiannya. Pembelajaran dibuat tenang, agar ingatan-ingatan atas kejadiannya hilang secara bertahap,” terangnya.
Hasilnya, lanjut Rodi Susanto, saat ini dalam kondisi pertemanan dengan siswa lainnya, anak korban maupun pelaku kasus tambang berdarah sudah lebih baik. “Dibandingkan saat baru-baru kejadian, mereka jadi pendiam. Sekarang Alhamdulillah, anak-anak sudah bisa mengikuti pembelajaran dengan baik. Tidak ada perselisihan dan saling bully atau gojlok. Bahkan mereka sudah bisa berbaur antara satu dengan lainnya,” ungkapnya.
Soal prestasi di sekolah, anak Salim Kancil yang lebih dewasa, dinilai lebih bagus dalam menerima pelajaran. “Demikian pula anak Tosan. Mereka masuk dalam urutan rangking 10 besar di kelasnya masing-masing,” pungkas Rodi Santoso.
Sementara itu, anak sulung Tosan dan anak dari Buriyanto, salah-seorang pelaku yang telah ditahan di Polda Jatim, tercatat satu sekolah di SMAN Pasirian. Drs Wastu Waluyanto, Kepala Sekolah SMAN Pasirian menyebutkan, anak korban Tosan berinisial MR, cowok, tercatat duduk di kelas XII IPS dan anak Buriyanto berinisial DN, cewek, duduk di kelas XII IPA1.
“Awalnya mereka (anak korban dan pelaku, red) sama-sama saling tidak enak saat bertemu di sekolah. Kami langsung mengambil inisiatif untuk mengumpulkan dan memberikan penjelasan. Sekaligus, agar mereka paham dengan situasi yang tengah dihadapi,” katanya.
Ia mengungkapkan, sejak awal kejadian, anak-anak korban maupun pelaku kasus tambang berdarah tidak ada yang bolos sekolah. Mereka masuk semua, namun kalau kertemu di kantin, mereka saling tidak enak lalu menghindar. Padahal, dari pihak anak korban tidak melakukan apa-apa.
“Akan tetapi, kami beruntung bahwa anak-anak ini secara psikologis sudah mandiri. Sehingga kita cuma memberikan motivasi, penjelasan dan pemahaman saja. Untuk para guru, kami arahkan tidak ikut memihak, karena kedua-duanya anak-anak kita,” pungkas Wastu Waluyanto. (her/ipg)
Teks Foto :
1. Rodi Susanto, Kepala Sekolah SDN Selok Awar-Awar 01 dan 03.
2. Drs Wastu Waluyanto, Kepala Sekolah SMAN Pasirian.
Foto : Sentral FM