Lebih dari 10 ribu petani berpotensi terlibat konflik pertanahan dengan pihak Perhutani di wilayah Kabupaten Lumajang.
Jumlah ini diketahui berdasarkan data identifikasi Asosiasi Petani Lumajang (APL), LSM yang memberikan pendampingan terhadap petani di sekitar kawasan hutan.
Supangkat Sekretaris APL kepada Sentral FM, Selasa (18/8/2015), mengatakan ribuan petani yang teridentifikasi tersebut tinggal di sekitar hutan dan selama ini mengelola lahan yang diklaim masuk wilayah pemangkuan Perhutani. Di antaranya di wilayah Kecamatan Ranuyoso, Klakah, Randuagung, Gucialit, Pasrujambe, Pasirian dan Candipuro.
“Selama 15 tahun terakhir saja sebanyak 25 petani telah berkonflik hukum. Perkara yang dituduhkan bervariasi, mulai perambahan hutan, perusahan, illegal logging dan lainnya,” katanya.
“Seperti yang terakhir menimpa Joyo, petani sayur asal Desa Pandansari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Probolinggo yang menggarap lahan di Hutan Bungkus wilayah Kecamatan Gucialit yang ditangkap dengan tuduhan perambahan hutan dan sampai saat ini ditahan oleh Polres Lumajang,” paparnya.
Menurut Supangkat, dengan diberlakukannya Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum dan Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional) Nomor 79 Tahun 2014, Nomor PB.3/Menhut-11/2014, Nomor 17/PRT/M/2014, Nomor 8/SKB/X/2014 tentang tata cara penyelesaian tanah di dalam kawasan hutan, maka ada peluang bagi petani untuk mengajukan hak tanah dalam kawasan hutan.
“Saya berharap, bahwa Bupati dan stakeholder lainnya turut memperhatikan secara khusus hal ini. Sebab petani ini rata-rata tidak memiliki lahan dan sangat berharap memiliki hak pengelolaan lahan yang sudah digarap turun-temurun,” kata Supangkat.
Sementara itu, Agus Wicaksono, Ketua DPRD Kabupaten Lumajang menyatakan, bahwa pemerintah telah mengantisipasinya dengan melakukan pendataan terhadap keseluruhan petani yang menggarap lahan hutan.
Dalam proses pendataan nanti, menurut Agus, pasti akan muncul berbagai bentuk pengaduan dari masyarakat. Dalam konteks tersebut, DPRD akan membantu untuk memfasilitasi dan melakukan mediasi.
“Tujuannya, agar aspirasi masyarakat terkait pengelolaan lahan di dalam kawasan hutan dan pengajuan hak tanahnya bisa tersampaikan,” katanya. (her/iss/ipg)