Memudahkan belajar dimana saja untuk anak-anak, sekaligus memperkenalkan aneka jenis satwa, Syahvril Aditya calon wisudawan program studi Teknik Informatika Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya hadirkan aplikasi pengenalan macam-macam satwa, Animal Detector menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) berbasis android.
Aplikasi ini mempermudah edukasi pengenalan aneka satwa di Indonesia, khususnya bagi para siswa atau pelajar Sekolah Dasar (SD), dengan rentang usia 8 tahun hingga 12 tahun. “Saat ini belajar mengenai pengenalan satwa di sekolah hanya dapat dipelajari melalui buku saja, jadi membosankan. Karenanya saya mencoba membuat aplikasi pengenalan macam-macam satwa agar membuat anak-anak tertarik belajar mengenai satwa-satwa,” terang Syahvril sapaan Syahvril Aditya, Jumat (19/3/2021).
Sejak Sekolah Menengah Pertama (SMP), Syahvril sudah sangat gemar belajar dan menggunakan perangkat komputer. Melalui aplikasi tersebut, pengguna cukup men-download dan install aplikasi pada smartphone.
Untuk mendeteksi satwa-satwa, pengguna hanya perlu mengarahkan kamera atau scan objek satwa itu sendiri. Setelah itu, teknologi AI dari aplikasi memberikan informasi berbentuk suara mengenai nama dan jenis satwa tersebut. “Untuk keterangan masing-masing satwa, narasi langsung saya isi. Tapi untuk voice menggunakan support dari google voice, kemudian download dan program,” papar Syahvril.
Penggunaan teknologi Artificial Intelligence (AI), lanjut Syahvril dapat mempermudah dalam pengenalan berbagai macam jenis satwa dengan cara menggunakan algoritma Convolutional Neural Network. “Pengenalan satwa menggunakan teknologi Artificial Intelligence dan android ini dapat mengenalkan secara realtime,” tambah Syahvril.
Sampai saat ini, Syahvril telah melakukan training dataset dengan sekurangnya 15 gambar satwa yakni Singa, Beruang, Jerapah, Burung Merak, Burung Hantu, Koala, Kuda, Komodo, Kelinci, Gajah, Harimau, Orang Utan, Kudanil, Kanguru dan Badak. “Masing-masing data membutuhkan hampir 1000 foto untuk bisa terdeteksi secara realtime,” kata Syahvril.
Sulung dari empat bersaudara ini juga mengaku dapat membuat aplikasi pengenalan benda mati bukan hanya benda hidup seperti yang dilakukan pada penelitian kali ini. Misalnya, pada bangunan A nanti aplikasi dapat membantu menjelaskan sejarah bangunan tersebut.
Syahvril yang lahir di Kota Surabaya ini berharap karyanya mengedukasi secara positif untuk generasi penerus terutama untuk anak sekolah dasar (SD) yang merasa jenuh dengan pembelajaran daring. “Semoga bisa digunakan untuk pembelajaran, pengennya memang bisa bekerjasama dengan sekolah-sekolah dan dapat memanfaatkan aplikasi ini,” pungkas Syahvril.(tok/ipg)