Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Soetomo Surabaya mengembangkan aplikasi berbasis Artificial Intelligence (AI) guna membantu bedah otak pasien Parkinson agar menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
dr Joni Wahyuhadi Direktur Utama RSUD Dr Soetomo Surabaya, mengatakan pihaknya menggandeng Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk mengembangkan aplikasi bernama Brain Anatomi Morfologi Generated (BAMAG), agar bisa menjangkau masyarakat. Karena selama ini sofware medical artificial intelligence produk luar negeri mahal.
“Misal di Jawa Timur penduduknya 30 juta bisa dihitung banyaknya yang menderita Perkinson dan biaya yang dibutuhkan untuk pengobatan. Ini tidak akan tertangani kalau tidak menggunakan teknologi. Alat ini sudah ada di luaran tapi harganya sangat mahal,” kata Joni dalam konferensi pers di Medical Artificial Intelligence Center (MAIC) RSUD dr Soetomo Surabaya, Kamis (14/11/2019).
Joni mengatakan, dengan kecerdasan buatan dalam aplikasi ini, maka diciptakan teknologi yang lebih baik di luaran. Aplikasi BAMAG, kata Joni akan menyimpan hasil CT Scan, MRI dan MRA pasien. Bahkan, terdapat detail vasculer-nya sehingga lokasi pembuluh darah di otak terlihat jelas.
“Karena ada ribuan pembuluh darah di otak kalau salah sasaran akan pendarahan. Makanya kami perbaiki teknologi kami lebih baik dari di luaran,” ujarnya.
Joni menambahkan saat operasi, untuk mengetahui posisi yang tepat dalam otak cukup sulit. Sehingga pengembangan alat ini akan membuat dokter bisa melihat detail otak pasien. Kemudian dokter bisa melakukan tindakan operasi yang cepat dan tepat dengan waktu hanya 15 menit.
“Kalau memang terbukti bagus bisa menentukan presisi kelainan pada otak maka akan kami aplikasikan ke masyarakat dan kami luncurkan,” ucapnya.
Prof Riyanarto Sarno Ketua tim pengembangan aplikasi dari ITS mengungkapkan, aplikasi ini diujicoba dengan memakai data 15 pasien yang direncanakan dioperasi selama sepekan ini.
“Alat ini sudah diuji coba sehingga kesalahannya 0,1 milimeter. Aplikasi ini bisa menjadi panduan perencanaan operasi sampai proses tindakan operasi lebih cepat,” katanya.
Menurut Riyanarto, tindakan medis dengan bantuan teknologi ini akan dikembangkan sampai pada level 3D dan mix reality, setingkat lebih tinggi dari virtual reality.
“Rencananya aplikasi bisa dikembangkan ke 3D dan mix reality. Setingkat lebih canggih dibandingkan virtual reality karena lebih nyata dengan data kepala dan otak pasien,” mata dia.
Riyanarto berharap dengan memproduksi alat kesehatan sendiri maka rumah sakit bisa menekan biaya kesehatan. Dalam operasi parkinson di RSUD dr Soetomo semuanya adalah pasien BPJS.
“Saatnya Indonesia mandiri. Kita harus memiliki alat bantu tindakan medis sendiri,” katanya. (bid/dwi/ipg)