Facebook sedang menjadi sorotan dunia akibat skandal kebocoran data yang diduga digunakan untuk Pemilu Presiden Amerika Serikat 2016 oleh perusahaan Cambridge Analytica.
Antara melansir, laman India Times mencoba menganalisis bagaimana data di platform media sosial tersebut dapat dimaanfatkan untuk kampanye politik.
Facebook menyimpan data dari seorang pengguna berdasarkan interaksinya di platform tersebut, seperti apa yang disukai dan tidka disukai, pertemanan, artikel yang dibaca beserta aksi dan reaksi terhadap suatu konten.
Jika unggahan atau konten yang dilihat berkaitan dengan politik, data yang tersimpan akan menunjukkan afiliasi politik pengguna.
Algoritme di Facebook akan menilai hal-hal yang disukai atau tidak, kemudian akan muncul topik, orang-orang, kegiatan yang mungkin menarik bagi pemilik akun tersebut dan yang dapat menghasilkan iklan
Misalnya, Anda mengikuti seorang tokoh politik X, akan muncul berita-berita yang memuat tokoh tesebut.
Tapi, Cambridge Analytica menggunakan cara yang berbeda untuk mengumpulkan data pengguna, melalui aplikasi “thisisyourdigitallife”.
Cambridge Analytica mendapatkan data dari Aleksandr Kogan, yang membuat aplikasi tersebut.
Aplikasi tersebut berbentuk kuis sehingga pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sudah dirancang untuk mengetahui sikap dan rincian mengenai pandangan politik orang yang memakai aplikasi tersebut.
Data-data ini akan menunjukkan pengguna berpotensi memilih calon tertentu.
Semakin mengerucut target kampanye, semakin rendah pula biaya yang harus dikeluarkan. Umumnya target pemilih dibagi berdasarkan usia, lokasi dan kesukaan.
Dengan data-data tersebut, petugas kampanye bisa menyasar orang-orang yang belum memutuskan kepada siapa mereka memberikan suara, namun, masih ada kemungkinan berubah pikiran.
Atau cara lainnya, mencari orang-orang yang tidak puas dengan kondisi ekonomi, kemudian berikan narasi-narasi tertentu selama beberapa waktu agar mereka mampu memutuskan memilih siapa.(ant/iss/ipg)