Mohamad Nasir Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengungkapkan mobil listrik produksi dalam negeri siap dipasarkan secara massal pada 2020.
“Sudah kami bentuk tim yang melibatkan perguruan tinggi dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Empat perguruan tinggi kami tugaskan untuk membuat mobil listrik. Targetnya 2020 kita bisa melakukan produksi di dalam negeri,” kata Nasir usai penganugerahan gelar Perekayasa Utama Kehormatan kepada Basuki Hadimuljono di Jakarta, lansir Antara, Kamis (3/8/2017).
Keempat perguruan tinggi itu adalah Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Keempat perguruan tinggi ini dipilih karena memiliki fakultas teknik yang bisa mengembangkan program tersebut.
“Mereka ini ada yang konsentrasi mengembangkan baterai, ada yang mengembangkan mekatroniknya, ada yang ke materialnya dan ada yang di elektronikanya. Jadi dikombinasi,” kata Nasir.
Prototipe mobil sendiri sudah berhasil diciptakan sehingga kini, tinggal peningkatan inovasi agar lebih baik dan lebih layak lagi untuk produksi massal.
“Kami pada tahun lalu realisasinya pada prototipe. Inovasinya kita skill up (tingkatkan), uji material sudah dilakukan, dan pada mekatroniknya udah diuji, tahap berikutnya adalah men-skill up-kan,” sambung Nasir.
Meski harus melalui proses panjang, ia optimistis produksi massal bisa dilakukan pada 2020. “Enggak bisa langsung, ini proses yang harus dilakukan. Sertifikasi harus dilakukan, motor sudah selesai. Mudah-mudahan segera masuk industri,” katanya yakin.
Joko Widodo Presiden menegaskan dukungan untuk pengembangan mobil listrik Indonesia karena pada masa mendatang kendaraan jenis itu akan semakin berkembang.
Pemerintah menyiapkan regulasi mobil listrik meliputi pengembangan di BPPT, anggaran penelitian hingga insentif bagi pelaku industri nantinya. Unggul Priyanto Kepala BPPT mengaku lembaganya berpengalaman mendalami proyek mobil listrik, motor hidrogen hingga baterai padat.
“Penguasaan teknologi tidak cukup dengan riset, karena diperlukan aspek inovasi yang berupa difusi, komersialisasi dan sertifikasi sebelum masuk industri,” kata Unggul. (ant/den/rst)