Tahukah anda, angka-angka yang muncul dan sering ditulis media tentang inflasi maupun deflasi yang terjadi di sebuah kota awalnya merupakan angka-angka rumit statistik ? Berasal dari sebuah survei yang diikuti ribuan orang, angka-angka itu awalnya tak bisa dibaca sembarangan. Butuh keahlian khusus untuk menyusunnya hingga akhirnya hadir di media dengan headline inflasi atau deflasi.
Begitupun, hasil quick count atau real count pilkada, ternyata tak sesederhana yang kita baca. Hasil kemenangan seorang kepala daerah yang muncul ternyata melalui proses yang cukup rumit dan dikerjakan oleh para ahli quick count. Mereka yang menyusun dan merumuskan angka maupun data-data rumit itu biasa disebut sebagai data scientist atau kadang juga dikerjakan oleh data programmer, sebuah profesi unik yang tak sembarangan orang bisa melakukannya.
Meski kerja mereka rumit, namun tak banyak yang mengetahui keberadaan mereka. Apalagi, pekerjaan mereka juga biasa dilakukan di ruang-ruang sempit, terisolir yang jauh dari hingar latar yang biasa dilihat khalayak.
Tunjung Utomo, founder Trafizap, sebuah layanan pemantauan lalu lintas jalan secara online, menuturkan, jumlah orang yang berkutat di data sebenarnya cukup banyak. “Tapi mereka memang belum terdata,” kata Tunjung, ketika berbincang dengan suarasurabaya.net.
Contoh fantastis monetizing data adalah seperti yang dilakukan Google. Menurut Tunjung, dengan algoritma yang dibangun, Google mampu melakukan grab data, mengolahnya, dan menyajikan untuk kemudahan penggunanya. Konversi data untuk monetizing ini menjadi kajian yang kini sedang ramai diperbincangkan dan dipraktikkan di dunia maya.
Sebagai ajang saling kenal dan tukar pengalaman, para penghoby data ini rencananya akan memiliki sebuah gawe besar bernama Bulan Data di Surabaya. Selain akan menggelar beberapa seminar, mereka juga akan menularkan ilmu bagaimana mengelola data dan monetizingnya.
Dunia data, menurut Tunjung, bukan hanya dominasi pegiat ilmu teknologi informasi maupun statistik. Bahkan bidang ilmu bahasa, psikologi, sosiologi, keuangan, manajemen sumber daya manusia, dan bidang ilmu lainnya punya kontribusi besar membentuk sistem data yang outputnya bermanfaat besar.
Dengan pendekatan analisis multi disiplin ilmu ini, lanjut Tunjung, pengukuran-pengukuran menggunakan data, bisa lebih akurat dan memenuhi banyak kebutuhan.
Zainal Arifin, Manager Digital Innovation Lounge (DILo) yang juga penggagas pertemuan antar penghoby data ini mengatakan, gawe ini sebenarnya digagas tanpa sengaja. Awalnya, mereka akan menggelar sebuah event, namun di dunia maya ternyata mereka bertemu dengan Rahardi Bisma, pengajar teknik informatika Universitas Negeri Surabaya yang ternyata juga menggelar event serupa.
“Akhirnya kami satukan dengan sebuah event besar yang diawali dengan seminar nasional Big Data for Technopreneurship di Unesa, pertengahan Maret lalu,” ujarnya. Dia berharap, event ini mampu mempertemuan dan menyatukan para penghobi data ini.
Usai seminar di Unesa, para para penyuka data ini akan melanjutkan sebuah workshop yang akan dilakukan di Gedung Telkom Ketintang, Sabtu (09/4/2016). Beberapa pelatihan mengelola data juga akan mereka gelar dalam beberapa satellite event dengan topik-topik lebih spesifik.
Alumnus dari aktivitas ini akan terdata dan akan menjadi bagian dari komunitas data yang saling menguatkan satu sama lain.
Untuk info kepesertaan aktivitas ini, bisa menghubungi Tunjung (083849355131 dan 085815035678), transfer ke Rekening Bank Mandiri 1420010482411 atas nama : Tunjung Tri Utomo.(fik/edy)