Ismed Hasan Putro Ketua Umum Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) mengatakan, kegaduhan dalam wacana kenaikan biaya haji 2023, karena Kementerian Agama (Kemenag) tidak melakukan sosialisasi terlebih dahulu, apalagi kenaikannya mencapai 100 persen.
“Naik atau tidaknya biaya haji, ini kan sebenarnya persoalan yang rutin setiap tahun, sebelum atau sesudah pemerintah membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Itu akibat penyelenggaraan ibadah haji kita, kalau istilah saya masih agak banci,” kata Ismed dalam diskusi daring soal “Pro Kontra Rencana Kenaikan Ongkos Haji’, Rabu (1/2/2023) sore.
Penyelenggaran haji Indonesia saat ini, kata Ismed, diatur oleh dua institusi. Pertama oleh Kemenag melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang mengatur teknis operasional haji, serta yang kedua adalah (BPKH) terkait biaya haji.
“Inilah yang menyebabkan penyelenggaran haji kita masih agak banci, dan tidak profesional dalam menangani setiap persoalan haji. Tidak ada sinkronisasi dua lembaga ini, yang terjadi justru tarik menarik kepentingan,” tegasnya.
IPHI mengusulkan agar pemerintah membentuk lembaga independen penyelenggaran haji yang melebur Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, serta BPKH.
Sehingga Kemenag tidak lagi ‘cawe-cawe’ urusan haji, cukup mengatur masalah enam agama yang sudah diakui di Indonesia
“Kita usulkan dibentuk lembaga independen yang secara khusus mengatur penyelenggaraan haji, bukan Kementerian Haji. Kalau Kementerian Haji, itu praktiknya di lapangan nanti sama dengan Kementerian Agama. Padahal kita ingin Kementerian Agama tidak lagi mengurusi haji, mengurusi masalah agama saja sudah cukup banyak,” katanya.
Sekadar diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Agama mengusulkan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) tahun 2023 sebesar Rp69.193.733,60.
Jumlah ini adalah 70 persen dari usulan rata-rata BPIH yang mencapai Rp98.893.909,11. Sementara 30 persennya berasal dari nilai manfaat dana haji yang dikelola BPKH.(faz/ipg)