Kloter 71 SUB Lakukan Pemantapan dan Survey Lokasi di Arofah

Puncak kegiatan ibadah haji adalah armina. Rangkaian kegiatan armina terdiri Wukuf di Arofah, Mabid di Musdalifah dan melontar jumroh di Mina.

Calon jamaah haji (CJH) yang meninggalkan salah satu dari tiga rangkaian kegiatan ini, maka ibadah hajinya tidak sah. Sehingga dalam keaadaan apapun, semua CJH akan berusaha melakukan ibadah ini.

Rudi Suara Surabaya di Mekkah melaporkan, di moment inilah semua CJH dari berbagai negara akan berkumpul menjadi satu di tempat dan waktu yang sama. Bisa dibayangkan, jutaan umat islam akan berkumpul, melakukan hal yang sama. Maka dibutuhkan persiapan yang matang baik secara fisik maupun mental. Untuk itu peran petugas kloter dan panitia local sangat dibutuhkan untuk mengatur dan mengantisipasi kejadian-kejadian emergency yang biasa ada.

Kejadian emergency yang paling sering muncul adalah terpisahnya jamaah dari rombongan, sakit dan kondisi fisik yang tiba-tiba tidak kuat.

Dalam satu kloter yang terdiri dari 450 jamaah, tidak mungkin bias dikelolah oleh panitia kecil yang terdiri dari ketua kloter, TPHI, TKHI dan petugas medis. Untuk membantu mengelola jamaah dalam skala lebih kecil, dibentuklah organ-organ pembantu yang mengorganisir jamaah dalam jumlah yang lebih kecil.

Dalam satu kloter biasanya dibagi-bagi menjadi 10 rombongan terdiri 40 orang dan dalam satu rombongan dibagi menjadi 3 regu. Ketua rombongan dan ketuan regu inilah yang secara intensif berkoordinasi dengan ketua kloter untuk mengorganisir jamaah agar tidak terjadi hal-hal emergency.

Pemantaban koordinasi mengalami intensitas setelah memasuki hari-hari menjelang puncak haji. Segala SOP untuk semua kemungkinan kejadian emergency dipaparkan oleh ketua kloter, agar semua ketua rombongan dan ketua regu memiliki frame pemahaman yang sama.

Pemantaban tidak hanya dalam bentuk briefing satu arah, tapi juga beberapa kali dilakukan dalam bentuk simulasi dan survey lapangan. (rud/dwi)