KH. Hafidz Taftazani Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama (PP Asbihu NU) menjelaskan bahwa sistem elektronik haji (e-hajj), sejatinya diciptakan Pemerintah Arab Saudi untuk memberi perlindungan kepada calon jemaah haji dari berbagai negara.
Bagi sebagian penyelenggara haji khusus – dikenal dengan ongkos naik haji khusus (ONH) plus – sistem e-hajj bukan barang baru lagi dan sudah familiar di kalangan biro perjalanan umroh dan haji khusus. Lantas, apa yang salah sehingga banyak di antara Calhaj reguler keberangkatannya tertunda lantaran belum mendapatkan visa haji di saat keberangkatan, katanya di Jakarta, Jumat (28/8/205).
Di sisi lain, ia prihatin, sepekan menjelang keberangkatan kelompok terbang (Kloter) pertama, Kementerian Agama (Kemenag) melalui Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) sesumbar, dengan menyebut persiapan keberangkatan jemaah haji dari Tanah Air sudah 90 persen saat itu.
Faktanya, di antara Calhaj yang hendak bertolak terjadi penundaan karena visa haji tak kunjung tiba. Alasan yang dikemukakan pemerintah adalah digunakannya sistem e-hajj oleh Pemerintah Arab Saudi. Sistem tersebut dianggap Kemenag baru digunakan. Padahal Kementerian Haji Saudi, pasca-musim haji 1435H lalu, sudah melakukan sosialisasi dan mengenalkan aplikasinya.
Sekarang ini, seperti dikutip Antara, ia melanjutkan, ramai dibincangkan soal e-hajj sebagai penyebab lambatnya visa haji, pembicaraannya melebar. Bahkan menyalahkan Kedutaan Besar Saudi di Jakarta yang dinilai bekerja lambat. Sesungguhnya, jika dilihat secara proporsional tidaklah demikian.
Tentang keterlambatan pembuatan visa haji, menurut Hafidz, sejatinya bukan karena dari penerapan sistem itu. Tetapi lebih tepat disebut karena ketidaksiapan penyelenggara haji itu sendiri, karena Saudi Arabia sudah lama melakukan sosialisasi dan implementasi terhadap aplikasi e-hajj.
Idealnya, tambah ketua masyarakat pondok pesantren itu, Ditjen PHU melakukan sosialisasi kepada awak media tentang e-hajj itu. Jadi, bicara e-hajj tak tahu barangnya namun belakangan justru menyalahkan kepada sistem e-hajj sebagai barang baru dalam penyelenggaraan ibadah haji. “Saya khawatir, pihak Kedubes Arab Saudi terus menerus disalahkan. Padahal, duduk persoalannya tidak demikian. Ini kan sistem,” ia menjelaskan.
Sistem e-hajj dan pemerintah Saudi Arabia tak salah. Yang salah adalah ketidaksiapan penyelenggara haji terhadap perubahan sistem baru. “Jangan pula mengambil pembenaran, tokoh negara lain juga mengalami hal serupa. Jadikan peristiwa itu sebagai pelajaran untuk segera menyukseskan penyelenggaraan ibadah haji 1436 H,” katanya. (ant/dop/ipg)