
Ariston Tjendra seorang pengamat pasar uang mengatakan bahwa keinginan Federal Reserve (The Fed) untuk menahan suku bunga acuan lebih lama mempengaruhi pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah.
“Rilis notulen rapat kebijakan The Fed bulan Januari lalu dinihari tadi memperlihatkan keinginan bank sentral untuk menahan suku bunga acuan lebih lama lagi,” ujarnya di Jakarta, Kamis (20/2/2025) dilansir Antara.
Keinginan itu dibarengi dengan sikap The Fed yang menunggu data terbaru seperti inflasi, tenaga kerja, dan dampak kebijakan tarif Donald Trump Presiden Amerika Serikat (AS).
Alasan yang mendasari suku bunga acuan tetap ditahan karena isyarat pejabat The Fed yang menunjukkan kesulitan untuk menurunkan inflasi ke target dua persen.
“Selain itu, kebijakan tarif Trump juga masih memberikan sentimen negatif ke pasar pagi ini. Indeks saham Asia terlihat bergerak negatif pagi ini,” ujar Ariston.
Melihat faktor dari dalam negeri, pasar disebut mulai berspekulasi adanya pemangkasan suku bunga acuan atau BI-Rate karena inflasi yang rendah dan pengurangan anggaran belanja negara yang menurunkan bisnis lokal. Hal ini dianggap bisa memberikan tekanan terhadap kurs rupiah.
“Potensi pelemahan rupiah terhadap dolar AS hari ini ke arah Rp16.380, dengan potensi support di sekitar Rp16.290,” tuturnya.
Nilai tukar rupiah (kurs) pada pembukaan perdagangan Kamis (20/2/2025) di Jakarta melemah hingga 28 poin atau 0,17 persen menjadi Rp16.353 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.325 per dolar AS.(ant/dra/kir/ipg)