Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memproyeksikan, penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk barang dan jasa mewah dapat menambah penerimaan negara Rp1,5 triliun hingga Rp3,5 triliun.
Dikutip dari Antara, potensi itu didasarkan pada perhitungan DJP bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
“Kalau hitung-hitungan kami dengan Pak Febrio (Kepala BKF) kemarin ya range-nya sekitar Rp1,5 triliun sampai dengan Rp3,5 triliun,” ujar Suryo Utomo Direktur Jenderal Pajak, Senin (6/1/2025).
Diketahui, untuk 2025 pemerintah menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp2.189,3 triliun, atau tumbuh 13,9 persen dari outlook 2024.
Untuk mencapainya, Suryo mengatakan, pemerintah bakal terus memperluas basis pajak. Strategi tersebut mencakup intensifikasi dan ekstensifikasi pajak guna meningkatkan penerimaan negara secara berkelanjutan.
“Ini yang terus kami juga jalankan, termasuk juga kami melakukan kerja sama dengan Pak Askolani (DJBC) dengan Pak Isa (DJA), juga dengan beberapa pihak di luar kami. Kami pun juga melakukan kerja sama untuk paling tidak mencari sumber-sumber (penerimaan) baru yang belum ke-cover selama ini atau mungkin kurang kami cover dalam langkah intensifikasi yang kami lakukan,” katanya.
Adapun penerapan PPN sebesar 12 persen untuk barang dan jasa mewah merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Barang dan jasa yang masuk dalam kategori mewah telah diatur secara rinci dalam peraturan tersebut.
Sementara, Kementerian Keuangan melaporkan realisasi penerimaan pajak hingga akhir 2024 mencapai Rp1.932,4 triliun, atau 97,2 persen dari target APBN sebesar Rp1.988,9 triliun.
Meskipun tidak mencapai target, realisasi ini tumbuh 3,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya. (ant/kev/saf/ipg)