
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan jumlah lembaga jasa keuangan (LJK) yang boleh melaksanakan kegiatan usaha bulion tidak dibatasi, namun tetap harus memenuhi persyaratan permodalan sebagaimana diatur dalam POJK 17/2024.
“Melalui pengaturan tersebut (POJK 17/2024), OJK membuka peluang bagi LJK yang memiliki kegiatan utama pembiayaan dan memenuhi persyaratan untuk dapat menjalankan kegiatan usaha bulion,” kata Dian Ediana Rae Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK di Jakarta, Kamis (27/3/2025) dilansir Antara.
Salah satu persyaratan bagi LJK dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion (POJK 17/2024) yakni harus memiliki modal inti paling sedikit Rp14 triliun bagi bank umum.
Bagi unit usaha syariah (UUS) dari bank umum konvensional (BUK), maka BUK yang memiliki UUS juga harus memiliki modal inti paling sedikit Rp14 triliun. Hal ini juga berlaku bagi LJK selain BUK, bank umum syariah, dan/atau UUS dari BUK yang harus memiliki ekuitas paling sedikit Rp14 triliun.
“Kewajiban modal inti atau ekuitas sebesar Rp14 triliun tersebut dikecualikan bagi LJK yang hanya melakukan kegiatan penitipan emas, meskipun tetap harus memenuhi ketentuan modal inti atau ekuitas sesuai dengan ketentuan modal inti atau ekuitas yang berlaku bagi LJK,” ujar Dian.
Kegiatan usaha bulion yang dapat dilakukan meliputi simpanan emas, pembiayaan emas, perdagangan emas, penitipan emas, dan/atau kegiatan lainnya sesuai ketentuan. LJK akan menyesuaikan pilihan kegiatan tersebut sesuai dengan risk appetite dan kesiapan proses bisnis.
“Ke depan, diharapkan terdapat partisipasi lebih banyak LJK dalam kegiatan usaha bulion untuk percepatan pembentukan ekosistem bulion, sehingga dapat mengakselerasi optimalisasi pengembangan usaha bulion di Indonesia,” tuturnya.
Hingga saat ini sudah ada dua LJK yang menyelenggarakan kegiatan bulion yaitu Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia (BSI).
Pegadaian telah mengantongi izin usaha bulion dari OJK per 23 Desember 2024. Melalui melalui surat bernomor S-325/PL.02/2024, OJK menyetujui Pegadaian untuk melaksanakan kegiatan usaha bulion yang meliputi deposito emas, pinjaman modal kerja emas, jasa titipan emas korporasi, maupun perdagangan emas.
Sementara BSI mengantongi izin resmi pelaksanaan bank emas dari OJK melalui Surat OJK No. S-53/PB.22/2025 pada 12 Februari lalu. Izin untuk BSI mencakup dua kegiatan usaha utama antara lain penitipan emas dan perdagangan emas.
Selanjutnya, BSI juga akan melanjutkan proses perizinan untuk kegiatan usaha lainnya seperti pembiayaan emas dan penyimpanan emas.
Terkait hal ini, Dian mengatakan bahwa OJK pada dasarnya menyambut baik dalam hal terdapat bank yang akan mengajukan permohonan izin untuk melaksanakan kegiatan usaha bulion, termasuk kegiatan pembiayaan emas, sepanjang memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
“Apabila terdapat pengajuan permohonan suatu bank untuk melaksanakan kegiatan usaha bulion kepada OJK, evaluasi akan segera dilakukan dan ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya.
Dian menyebutkan, Indonesia memiliki potensi untuk pemanfaatan komoditas emas dan pengembangan ekosistem bulion yang terintegrasi. Pada 2023, Indonesia berada di posisi kedelapan sebagai negara penghasil emas terbesar dengan produksi tahunan mencapai 110-160 ton dan berada di peringkat keenam sebagai negara dengan cadangan emas terbesar.
“Dengan jumlah cadangan yang besar dan produksi emas yang solid, Indonesia dapat mengoptimalkan monetisasi emas untuk mendorong perekonomian nasional yaitu melalui pembentukan kegiatan usaha bulion,” ujarnya.
Menurutnya, kegiatan usaha bulion menjadi bentuk diversifikasi produk jasa keuangan yang memanfaatkan monetisasi emas sebagai sumber pendanaan dalam rangka mendukung kebutuhan pembiayaan pada rantai pasok emas di dalam negeri, mulai dari sektor pertambangan, pemurnian, manufaktur, hingga penjualan emas ke konsumen ritel. (ant/bel/bil/faz)