Josua Pardede Kepala Ekonom Bank Permata memprakirakan, nilai tukar (kurs) rupiah melemah seiring tren apresiasi dolar Amerika Serikat (AS), karena dipicu rilis data pasar tenaga kerja AS yang menguat.
Tercatat, data tenaga kerja AS Non Farm Payrolls (NFP) pada Desember 2024 sebesar 256 ribu, angkat itu lebih baik dari bulan sebelumnya yang sebesar 212 ribu.
“Data tersebut menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS masih ketat pada Desember 2024, sehingga menimbulkan kekhawatiran atas arah kebijakan suku bunga The Fed yang high for longer,” ujarnya dikutip melalui Antara, Selasa (14/1/2025).
Depresiasi kurs rupiah dan kenaikan yield UST (US Treasuries) mempengaruhi yield Surat Berharga Negara (SBN) yang naik 7-11 basis points (bps).
Sepanjang hari Senin (13/1/2025), volume perdagangan obligasi pemerintah membukukan Rp16,81 triliun, lebih tinggi dari volume perdagangan Jumat (10/1/2025) sebesar Rp12,23 triliun.
“Pemerintah menggelar lelang obligasi (pada Senin 13/1/2025) untuk seri SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) dengan target indikatif sebesar IDR10 triliun. Seri yang dilelang dalam lelang ini adalah SPNS6mo, SPNS9mo, PBS003, PBS030, PBS034, PBS039, dan PBS038,” kata dia.
Sementara itu, laporan terbaru dari tim ekonomi Donald Trump Presiden AS terpilih mengenai pendekatan moderat untuk kenaikan tarif impor memicu sentimen risk on di pasar keuangan. Namun, investor cenderung tetap berhati-hati saat ini, karena akan menunggu rilis data Consumer Price Index (CPI) AS Desember 2024 pada Rabu (15/1/2025).
Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, pada Selasa pagi ini, menguat 18 poin atau 0,11 persen menjadi Rp16.265 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.283 per dolar AS.(ant/nis/ris/iss)