Rabu, 8 Januari 2025

Masuk BRICS, Indonesia Dinilai Dapat Lepas dari Pasar AS dan Eropa

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Para pemimpin negara-negara BRICS+ berfoto dalam KTT BRICS di Kazan, Rusia, Kamis (24/10/2024). Foto: Reuters/Maxim Shipenkov

Bergabungnya Indonesia sebagai anggota penuh BRICS dinilai akan memberikan keuntungan baru, khususnya dalam perluasan pasar.

Menurut Nailul Huda Direktur Ekonomi di Center of Economics and Law Studies (Celios), selama ini ekspor Indonesia masih bergantung dengan pasar-pasar tradisional seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Keanggotaan baru ini, menjadikan Indonesia bisa terlepas dari AS dan Eropa dan membuka peluang pasar baru.

“Bergabung dengan BRICS, akan memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk bisa lepas dari pasar tradisional seperti AS dan Eropa. Eropa pun sebenarnya sudah mulai ‘rese’ dengan kebijakan ekspor Indonesia di mana sering terlibat perselisihan dalam hal perdagangan global,” ujar Nailul dilansir dari Antara pada, Selasa (7/1/2025).

Ia melanjutkan, Eropa saat ini mulai menjegal perdagangan luar negeri Indonesia. Salah satunya adalah melalui hambatan European Deforestation Regulation (EUDR) terhadap komoditas kelapa sawit.

Prabowo Subianto Presiden RI kemudian menunjukkan keberpihakan terhadap petani sawit dan mempertimbangkan untuk mencari pasar lain di luar wilayah Eropa.

“Prabowo pun menunjukkan keberpihakannya kepada sawit lokal, saya rasa itu menjadi pertimbangan juga untuk mencari pasar alternatif,” katanya.

Nailul menjelaskan, pada dasarnya gerakan diplomasi Indonesia merupakan gerakan non blok, di mana tidak terafiliasi ke blok mana pun, baik BRICS atau OECD. Namun, pilihan koalisi politik dan ekonomi bisa mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan.

Data menunjukkan, proporsi ekonomi negara BRICS mengalami peningkatan yang cukup tajam. Pada 1990, proporsi ekonomi negara BRICS hanya 15,66 persen, sedangkan pada 2022, proporsinya mencapai 32 persen.

Anggota BRICS yang berdiri sejak 2009 tidak hanya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. BRICS kini memiliki semakin banyak anggota, usai 13 negara baru ditetapkan sebagai negara mitra pada Oktober 2024.

“Negara Timur Tengah sudah mulai masuk ke koalisi BRICS, hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah untuk masuk ke pasar Timur Tengah. Jadi, sebenarnya keuntungan masuk BRICS cukup besar,” ucap Nailul.

Namun demikian, Nailul menyebut bahwa koalisi BRICS juga memunculkan risiko bentrokan kepentingan dengan Amerika Serikat. Salah satunya terkait dengan fasilitas perdagangan dengan AS yang bisa dicabut atau bahkan dikurangi.

Menurutnya, akan ada potensi perang dagang antara Amerika Serikat dan China ketika Donald Trump sudah memegang kendali sebagai Presiden AS.

“Ada potensi ekonomi global akan melambat dan ber-impact pada negara koalisi. Memang saya rasa pilihan masuk ke BRICS lebih rasional ke depan walaupun juga ada risikonya dengan negara-negara OECD dan negara blok barat,” katanya. (ant/saf/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Truk Tabrak Rumah di Palemwatu Menganti Gresik

Surabaya
Rabu, 8 Januari 2025
29o
Kurs