
Prabowo Subianto Presiden RI meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) dengan Erick Thohir sebagai Ketua Dewan Pengawas dan Rosan P. Roeslani yang ditunjuk sebagai Chief Executive Officer (CEO).
Prabowo Subianto menunjuk Susilo Bambang Yudhoyono Presiden ke-6 RI dan Joko Widodo Presiden ke-7 RI sebagai dewan penasihat Danantara.
Pemerintahan Prabowo menegaskan bahwa Danantara merupakan jawaban dan langkah konkret bagi Indonesia untuk bisa mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8 persen dan membumihanguskan kemiskinan ekstrem hingga nol persen.
Rosan Roeslani yang ditunjuk sebagai CEO Danantara menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menjaga agar pengelolaan dana negara bebas dari intervensi politik dan sepenuhnya didasarkan pada pertimbangan profesional serta kepentingan nasional.
Menyikapi hal tersebut, Piter Abdullah Redjalam pengamat ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Segara Research Institute, mengatakan bahwa Danantara adalah strategi pemerintah untuk optimalisasi kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang belum sepenuhkan dimanfaatkan.
“Danantara adalah bagian dari strategi untuk BUMN agar lebih profesional dan tidak hanya fokus pada keuntungan internal, tetapi juga dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara melalui pajak,” ujar Piter dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Selasa (26/2/2025) pagi.
Namun, Piter juga menyoroti keberadaan mantan presiden dalam struktur kepengurusan Danantara, yakni sebagai dewan penasihat. Menurutnya, hal ini dapat memunculkan persepsi negatif di masyarakat serta menurunkan kredibilitas.
“Saya masih mempertanyakan urgensi dari adanya mantan presiden sebagai dewan penasihat. Ini bisa menciptakan kesan adanya unsur politik dalam pengelolaan investasi,” ujar anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) itu.
Lebih lanjut, Piter menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang, kewenangan pengelolaan BUMN telah diberikan kepada Erick Thohir Menteri Badan Usaha Milik Negara dan pengawasannya dilakukan melalui dewan pengawas.
Akan tetapi, keberadaan dewan penasihat yang melibatkan tokoh politik, dalam hal ini dua mantan presiden, justru dapat menimbulkan keraguan terhadap independensi Danantara.
“Terlihat aura politik dalam Danantara jika disoroti figur dewan penasihat tersebut. Kekhawatiran ini perlu dijawab dengan transparansi dan profesionalisme, sehingga kepercayaan publik terhadap Danantara tetap terjaga,” tuturnya. (saf/ipg)