Jumat, 10 Januari 2025

Luhut: DEN Masih Menakar Untung-Rugi Indonesia Pasok Minyak dari Rusia

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Luhut Binsar Pandjaitan waktu memimpin konferensi pers Dewan Ekonomi Nasional (DEN) di Jakarta, Kamis (9/1/2025). Foto: Antara

Luhut Binsar Pandjaitan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyatakan pihaknya masih menakar untung-rugi bagi Indonesia memasok minyak dari Rusia.

Usai bergabung dengan aliansi Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS), Indonesia disinyalir memiliki peluang mengakses minyak Rusia dengan harga yang lebih murah.

“Sepanjang itu menguntungkan Republik Indonesia, bisa kita bicarakan. Kalau kita dapat lebih murah 20 dolar AS atau 22 dolar AS, kenapa tidak?” kata Luhut usai konferensi pers di Jakarta, Kamis (9/1/2025) dilansir Antara.

Kendati begitu, Luhut mengatakan Indonesia akan tetap menyikapi dengan hati-hati soal hal tersebut. “Tentu kami hati-hati melihat ini dengan baik,” tuturnya.

Peluang RI menyuplai minyak Rusia dengan harga lebih murah salah satunya diungkapkan oleh Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Jakarta.

Dia berpendapat keanggotaan BRICS membantu Indonesia mendapatkan potensi keuntungan khususnya dalam mengurangi defisit neraca perdagangan minyak dan gas (migas).

Hal ini menimbang posisi Rusia sebagai salah satu produsen minyak mentah utama dunia yang tengah menghadapi embargo dari beberapa negara Barat.

“Keuntungan utama dari perdagangan minyak dengan Rusia adalah potensi harga yang lebih murah dibandingkan harga pasar internasional. Embargo Barat terhadap minyak Rusia telah mendorong negara tersebut untuk menawarkan minyaknya ke pasar non-Barat dengan diskon yang signifikan,” ujar Achmad.

Selain itu, Achmad juga menyoroti peluang kolaborasi yang lebih luas di sektor energi.

Kerja sama kedua negara dapat membuka jalan untuk investasi dalam infrastruktur energi, pengembangan teknologi, dan transfer pengetahuan. Langkah ini mampu mendukung diversifikasi energi Indonesia dalam jangka panjang.

Namun, Achmad mengingatkan bahwa kerja sama ini tidak terlepas dari risiko.

Mengingat adanya embargo dan sanksi yang diterapkan negara-negara Barat terhadap Rusia, salah satu tantangan utama adalah terbatasnya akses Rusia ke sistem pembayaran global seperti SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication) yang dapat menyulitkan transaksi perdagangan.

Guna memitigasi risiko, Achmad menyarankan pemerintah Indonesia memastikan bahwa kerja sama energi dengan Rusia dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan transparansi.

Kebijakan yang jelas perlu dirancang untuk mengelola risiko, termasuk langkah mitigasi untuk menghadapi dampak negatif dari sanksi atau tekanan diplomatik ke depan.

Ia menambahkan, kerja sama ini harus dilakukan dalam kerangka yang mendukung kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat Indonesia. (an/bil/faz)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Jumat, 10 Januari 2025
27o
Kurs