
Prabowo Subianto Presiden RI memerintahkan pembentukan Koperasi Desa (Kop Des) Merah Putih di setiap desa untuk menjadi pusat kegiatan ekonomi. Tujuannya adalah menyerap hasil pertanian lokal dan mempersingkat rantai distribusi dari petani ke konsumen.
Zulkifli Hasan Menteri Koordinator Bidang Pangan menyatakan bahwa koperasi ini akan dibangun di 70 hingga 80 ribu desa di seluruh Indonesia dengan anggaran per desa diperkirakan Rp3 miliar hingga Rp5 miliar, bersumber dari Dana Desa sebesar Rp1 miliar per tahun.
Pembangunan Kop Des Merah Putih akan melibatkan Himpunan Bank Negara (Himbara) untuk pendanaan awal, dengan sistem pengangsuran selama 3-5 tahun agar koperasi dapat beroperasi optimal.
Zulkifli menjelaskan bahwa koperasi ini akan dilengkapi gudang dan enam gerai di setiap desa, sesuai arahan Presiden dalam rapat terbatas pada Senin (3/3/2025) di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta. Pendanaan dari Dana Desa yang terkumpul selama lima tahun diharapkan mencukupi kebutuhan anggaran tersebut.
Budi Arie Setiadi Menteri Koperasi menambahkan, ada tiga model pengembangan Kop Des Merah Putih: membangun koperasi baru, merevitalisasi koperasi existing, serta mengembangkan koperasi yang sudah ada.
Berdasarkan data, sekitar 64 ribu gabungan kelompok tani (gapoktan) siap beralih menjadi koperasi. Harapannya, koperasi ini dapat mengintegrasikan sistem pertanian dan distribusi pangan di desa, memutus rantai distribusi yang merugikan, serta menekan harga pangan agar lebih terjangkau bagi masyarakat.
Tripitono Adi Prabowo pakar ekonomi pembangunan dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) menjelaskan, koperasi memiliki sejarah yang panjang. Dengan spirit yang luar biasa, koperasi bisa menjadi situmulus perekonomian di desa.
Akan tetapi, di sisi lain, Tripitono Adi mengungkapkan jika ada pula koperasi yang menjadi kamuflase oleh sebagian orang untuk memperkaya diri sendiri
“Kaca kuncinya adalah bagaimana tata kelola Koperasi Desa Merah Putih ke depan. Jika nanti dikembangkan dengan spirit yang sesuai jati diri, itu butuh pengembangan SDM dan butuh waktu untuk pembinaan. Sehingga apa yang diminta pemerintah bisa tercapai,” terangnya dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (5/3/2025).
Akan tetapi, jika dalam perjalanannya nanti terdapat berbagai tendensi kebijakan pusat yang tak selaras dengan daerah, menurut Tripitono, maka bisa diduga bahwa ini hanya sekadar proyek sesaat belaka.
Terkait dengan penggunaan Dana Desa untuk Koperasi Desa Merah Putih, Tripitono mengaku sudah mendengar kabar mengenai potensi perubahan UU Desa agar alokasi dana desa bisa digunakan untuk mendukung Koperasi Desa Merah Putih.
“Sampai di titik itu sebenarnya tidak jadi soal,” ujarnya.
“Cuma berdasarkan pengamatan kami, ada kata kunci yang disebut sebagai common interest. Itu adalah daya dorong yang membuat anggota menggunakan seluruh sumber daya untuk aktivitas ekonomi, dan aktivitas itu berdampak. Dengan prinsip-prinsip koperasi, maka koperasi itu akan benar-benar hidup,” sambungnya.
Sebab, berdasarkan UU nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian, fokus utama kesejahteraan adalah anggota koperasi. Baru setelah itu untuk kesejahteraan masyarakat di luar anggota koperasi.
“Sampai di titik itu, jika dana desa bisa dialokasikan untuk menggerakkan koperasi, ini sangat bagus,” ujarnya.
Namun, ia juga meminta pemerintah memikirkan mengenai BUMDes atau Badan Usaha Milik Desa, serta unit usaha lain yang selama ini didorong untuk menggerakkan ekonomi desa.
“Tentu ini butuh regulasi dan pendampingan agar semua kebijakan pusat ini berjalan dengan baik,” sebutnya.
Ia kembali menyinggung soal UU nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian di mana bidang bisnis koperasi itu tidak terbatas. “Jika koperasi ingin efektif, maka harus berbasis lokal, yakni mengikuti potensi yang ada di daerah tersebut,” harapnya. (saf/ipg)