
Prof Wasiaturrahma Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga memprediksi gonjang-ganjing ekonomi di Indonesia akan terjadi hingga 2030.
Dia menerangkan, gonjang-ganjing ekonomi Indonesia semakin dirasakan masyarakat dan pelaku usaha sejak diberlakukannya efisiensi anggaran.
“Yang jadi pemicu turunnya daya beli, salah satunya karena ada efisiensi anggaran. Dampak efisiensi itu luar biasa, tidak hanya pada kalangan menengah, tapi juga kalangan bawah. Sehingga sangat berpengaruh pada daya beli,” terangnya saat onair di Radio Suara Surabaya, Selasa (8/4/2025).
Selain itu, lanjut Prof Rahma, bukti lain bahwa kondisi ekonomi Indonesia memang sedang gonjang-ganjing adalah saat momen mudik Lebaran 2025 kemarin.
Prof Rahma melihat bahwa tren mudik tahun ini mengalami penurunan. Hal itu tampak dari kondisi tol yang lengang, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.
Sementara itu, Prof Rahma mengatakan untuk saat ini investor hanya bisa wait and see terkait kondisi ekonomi di Indonesia.
“Ini karena dari masyarakat sendiri lebih berhati-hati dalam berbelanja. Mereka lebih menjaga likuiditas, karena untuk mencairkan aset menjadi uang cash, tidak mudah. Jadi harapan saya, jangan sampai dolar menyentuh angka Rp20 ribu. Karena kalau sudah di angka itu, fix kita mengalami krisis,” ungkapnya.
Guna mencegah melemahnya nilai tukar rupiah, Prof Rahma mengatakan bahwa saat ini Bank Indonesia telah melakukan intervensi dengan menjuar dolar.
Namun, langkah ini dinilai tidak efektif dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Justru, bisa jadi dapat memperburuk situasi dan menambah tekanan terhadap nilai tukar rupiah itu sendiri.
“Sebenarnya, untuk menjaga nilai tukar rupiah bukan tanggung jawab Bank Indonesia, melainkan adalah tugas pemerintah,” katanya.
Sehingga, Prof Rahma menyarankan agar Indonesia harus mengambil langkah untuk mengatasi tekanan nilai tukar rupiah.
Pertama, Bank Indonesia harus bisa mengambil ancang-ancang untuk meningkatkan suku bunga yang tidak ekstrem. Kedua, mengatur aliran modal juga melakukan koordinasi dengan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah fiskal yang tepat.
Jika langkah-langkah itu tidak segera diambil, Prof Rahma khawatir Indonesia akan mengalami krisis akibat kebijakan ultra populis pemerintah.(kir/iss)