Suara Surabaya Media kembali menggelar Suara Surabaya Economic Forum (SSEF). Tahun ini, SSEF berkolaborasi dengan BPC HIPMI Surabaya mengangkat tema “Economic Dynamic 2025: Global Trends and Local Strategy”.
Ratusan peserta dari kalangan pebisnis antusias mengikuti SSEF yang berlangsung di The Westin Surabaya, Jawa Timur (Jatim), Rabu (18/12/2024).
Verry Firmansyah CEO Suara Surabaya Media mengatakan, kegiatan ini merupakan acara rutin yang diselenggarakan Suara Surabaya Media.
“Tahun 2025 adalah tahun yang penuh tantangan sekaligus peluang. Di tengah dinamika ekonomi global yang terus memanas, kita harus mengedepankan strategi lokal yang tangguh untuk memenangkan persaingan global,” ujarnya dalam sambutan pembuka acara.
Jatim, lanjut Verry, memiliki posisi yang sangat strategis, bahkan masih menjadi titik pusat bagi Indonesia wilayah timur, serta salah satu Provinsi dengan kontribusi ekonomi terbesar di Indonesia.
“Jatim punya semua potensi untuk tetap menjadi pemimpin dalam iklim usaha yang sehat dan kompetitif,” tegasnya.
Di forum itu, Muhammad Rachmat Kaimuddin Deputi Infrastruktur Dasar Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan mengatakan, Pemerintah tengah giat membangun infrastruktur untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam lima tahun ke depan dan mencapai swasembada pangan serta energi.
“Infrastruktur memainkan peran strategis dalam meningkatkan produksi pangan dan energi. Dengan infrastruktur yang memadai, kita bisa meningkatkan produksi, mengurangi biaya logistik, dan meningkatkan ketahanan pangan dan energi,” terang Rachmat.
Sementara itu, Badan Pengurus Cabang (BPC) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Surabaya menyambut baik upaya pemerintah tersebut.
Denny Yan Rustanto Ketua Umum BPC HIPMI Surabaya menyatakan, dunia usaha saat ini membutuhkan angin segar setelah melewati masa-masa sulit akibat Pandemi Covid-19 dan ketidakpastian global.
“Tahun 2025 diharapkan bisa menjadi angin segar bagi pengusaha untuk mendapatkan kesempatan menembus ekonomi global,” katanya.
Menurut survei Litbang Kompas, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan cenderung stagnan di kisaran lima persen per tahun selama lima tahun ke depan.
Budiawan Sidik Arifianto Peneliti Litbang Kompas menyebut, harga komiditi dunia tahun depan diprediksi mulai stabil usai melambung tinggi 2022-2023 lalu.
“Komponen utama inflasi dunia mayoritas masih didorong oleh volatilitas harga energi, transportasi, perumahan, dan harga pangan. Selain itu, ada sejumlah variabel lainnya yang turut mendorong inflasi, seperti salah satunya karena iklim,” katanya di Suara Surabaya Economic Forum.
Sedangkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia diperkirakan akan stagnan di kisaran lima persen per tahun mulai 2025 hingga 2029, hampir sama dengan tahun-tahun sebelumnya.
“Ini jadi masukan bagi pemerintah dan kita semuanya,” imbuhnya.
Capaian itu mengulang kegagalan Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen 10 tahun terakhir.
Sementara itu, Taufik Deputy Chairman MarkPlus Corp menyebut, Surabaya juga Jawa Timur masih tertinggal dalam peta digital nasional.
“Kita ingin bangun kesadaran ini, kan jumlah penghuni (Surabaya) banyak, masak dalam peta digital nasional enggak kelihatan,” kata Taufik mengisi Suara Surabaya Economic Forum 2024.
Padahal salah satu kunci keberhasilan dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia juga dunia, harus mengikuti perkembangan teknologi.
“Dalam peta digital, Surabaya, Jatim, itu ketinggalan. Makanya saya mendorong meluasnya kesadaran masuk gaya teknologi dan start up,” paparnya.
Begitu juga marketing, harus pandai memanfaatkan teknologi untuk membuat usaha bisa menembus pasar global.
Di sesi berikutnya, Sigit Djokosoetono Deputy CEO PT. Blue Bird Tbk mengatakan, ada empat poin penting yang harus diperhatikan dalam menjalankan bisnis, di tengah berbagai macam tantangan masa depan.
“Harus punya nilai-nilai yang dipertahankan dalam bisnis, apa pun tantangan ke depan, harus fokus pada nilai-nilai dasar,” ujarnya.
Poin pertama yang harus diperhatikan yaitu service excellence atau layanan yang unggul. Lalu yang kedua, caring atau kepedulian.
Ketiga, integrity atau integritas, dan poin keempat adalah growth mindset atau pola pikir berkembang.
Kemudian, Rachmat Harsono CEO PT. Samator Indo Gas Tbk menekankan pentingnya mengikuti perkembangan teknologi untuk menghadapi tantangan ekonomi tahun 2025.
“Dalam bisnis harus memanfaatkan kemajuan teknologi,” katanya.
Dia melanjutkan, di perusahaan miliknya juga menerapkan kemajuan teknologi, termasuk Artificial Intelligence (AI).
Rachmat menambahkan, tantangan ekonomi ke depan terhitung cukup besar, apalagi kondisi geopolitik semakin memanas antara negera adidaya seperti Tiongkok dan Amerika Serikat. Sehingga, perlu langkah-langkah inovatif untuk menghadapinya.
Dalam forum yang sama, Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya menegaskan komitmen membangun Kota Pahlawan menjadi kota dunia yang maju dan berkelanjutan dengan membuka lebar pintu investasi.
Eri menyebut sejumlah sektor potensial untuk investasi di Surabaya, seperti transportasi yang efisien dan ramah lingkungan.
Lalu, pengembangan lahan untuk kegiatan ekonomi dan industri, serta pembangunan perumahan yang terjangkau dan berkualitas seperti program pemerintah pusat.
Dengan investasi yang strategis, Eri berharap Kota Surabaya menjadi kota dunia yang maju, humanis, dan berkelanjutan.
“Kami tidak bisa membangun Surabaya sendiri, kami membutuhkan percepatan pembangunan melalui investasi,” tuturnya.
Di sesi akhir, Gita Wirjawan Host End Game Podcast sekaligus wirausahawan mengungkap sejumlah tantangan ekonomi Indonesia secara global terkait pengaruh kebijakan Donald Trump yang segera dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS).
Menurutnya, kebijakan Trump sesudah terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat untuk kedua kalinya akan berdampak signifikan pada ekonomi global, termasuk Indonesia.
Kebijakannya antara lain adalah mengenakan tarif 10 hingga 100 persen pada barang impor dari seluruh negara.
Berbagai tantangan ekonomi setelah Trump terpilih itu, kata Gita, akan berdampak pada penguatan Dollar AS, dan bisa membuat nilai Rupiah melemah.
Kemudian, risiko ekonomi meningkat di Amerika Serikat dapat memicu perusahaan mengalokasikan dana ke luar Amerika. Namun, Gita menyebut, Indonesia masih memiliki kesempatan untuk mengambil alih basis manufaktur dari Tiongkok.(rid/ipg)