Program Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu (TEKAD) di Kecamatan Teluk Elpaputih, Maluku Utara berhasil memutus ketergantungan petani pada tengkulak melalui revitalisasi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Akses langsung petani ke pasar tanpa tengkulak mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
“BUMDes dan BUMNeg memiliki kontrol lebih besar atas harga dan distribusi produk sehingga desa dapat mengelola sumber daya dan komoditas unggulan secara mandiri tanpa bergantung pada pihak luar (tengkulak). Petani pun menerima keuntungan lebih besar, bukan hanya sekadar upah rendah dari tengkulak. Uang yang berputar di desa meningkat, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal,” jelas Hendrik Rumaruson, Fasilitator Kecamatan (FK) Teluk Elpaputih dalam keterangannya, Kamis (17/10/2024).
Hendrik menjelaskan, Kecamatan Teluk Elpaputih yang berbatasan dengan Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) memiliki komoditas unggulan di tiap negeri. Di antaranya Negeri Waraka dengan Sagu dan ubi jalar, Negeri Tananahu dan Negeri Liang dengan Kacang tanah dan Negeri Sahulau dengan Pisang.
Namun komoditas unggulan ini belum memberikan dampak signifikan kepada warga karena harga jual yang rendah.
“Produk mereka sangat melimpah, tetapi harga komoditas masih rendah karena pemasaran dikuasai tengkulak. Ini merugikan petani karena mereka tidak mendapat keuntungan yang layak,” ungkapnya.
Dia menjelaskan warga telah berupaya lepas dari jeratan dari para tengkulak hanya saja selalu gagal. Warga merasa kesulitan mengakses pasar, di sisi lain mereka terdesak kebutuhan. Akhirnya dengan berat hati menjual hasil bumi mereka kepada para tengkulak dengan harga rendah.
“Maka kita dorong agar warga menggunakan BUMDes atau Badan Usaha Milik Negeri (BUMNeg) sebagai wadah menyalurkan hasil panen mereka kepada konsumen sehingga harga tetap terjaga,” katanya.
Kendati demikian, Hendrik membangkitkan kembali BUMDes dan BUMNeg bukan perkara mudah. Banyak pemerintah desa ragu untuk mengaktifkan kembali badan usaha karena pengalaman buruk di masa lalu, seperti masalah manajemen dan kegagalan operasional.
“Kami paham kekhawatiran mereka, tetapi kami yakin jika BUMDes bisa berjalan dengan baik, kita bisa memutus mata rantai tengkulak dan menaikkan harga jual komoditas. Ini adalah cara agar masyarakat bisa lebih sejahtera,” ujarnya.
Pendekatan yang digunakan tim TEKAD, lanjut Hendrik adalah advokasi dan komunikasi intensif dengan pemerintah desa untuk menghidupkan kembali BUMDes. Selain itu, desa terus berkoordinasi dengan pimpinan TEKAD di tingkat kabupaten untuk memastikan program berjalan sesuai rencana.
“Kami perlu memastikan semua pihak bekerja sama. Tidak hanya pemerintah desa, tapi juga pimpinan TEKAD di kabupaten. Koordinasi ini penting agar semua tujuan bisa tercapai,” tambahnya.
Dia mengatakan kini BUMDes dan BUMNeg di Teluk Elpaputih sudah mulai aktif kembali dan berbadan hukum. Beroperasinya kembali BUMDes ini menjadi harapan baru bagi masyarakat untuk memasarkan komoditas langsung ke pasar tanpa perantara tengkulak, sehingga harga jual bisa lebih menguntungkan.
“Ini bukan hanya soal bisnis. Ini tentang memberi harapan baru dan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Bersama TEKAD, kami percaya desa bisa lebih maju,” tutup Hendrik penuh semangat.
Sekadar diketahui, Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu (TEKAD) merupakan program kolaborasi antara Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dengan International Fund for Agriculture Development (IFAD) dengan jangka waktu 2020-2025.
Program ini menyasar 1.720 desa, yang terdiri dari 500 desa inti dan 1.220 desa klaster di 25 kabupaten dari 9 provinsi, yakni Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Tengah. Program ini menargetkan peningkatan penghasilan sekitar 412.300 rumah tangga dan memberi manfaat untuk 1.855.350 jiwa di desa-desa sasaran.
Program TEKAD dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat desa agar dapat berkontribusi pada transformasi pedesaan dan pertumbuhan inklusif di Indonesia Timur.
Tujuan program ini adalah agar rumah tangga di pedesaan memperoleh pendapatan yang stabil dan memadai dari pengembangan produksi berbasis komoditas di desa masing-masing, sehingga rumah tangga pedesaan dapat mengembangkan mata pencaharian yang berkelanjutan dan memperoleh keuntungan melalui penguatan tata kelola di tingkat desa dan kabupaten melalui dukungan dari Kemendes PDTT.
Selain itu, program ini juga bertujuan untuk mendukung ketahanan pangan di desa.
Dalam implementasinya, program ini memberikan bantuan pelaksanaan demonstrasi plot (demplot) serta menggelar pelatihan penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan lembaga ekonomi lainnya yang ada di desa.(faz/ipg)