Sabtu, 18 Januari 2025

Pemerintah Diminta Perjelas Definisi Barang Mewah untuk Hindari Kesalahpahaman Soal PPN 12 Persen

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Prabowo Subianto Presiden saat menyampaikan keterangan, di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (6/12/2024), terkait kebijakan PPN 12. Foto: Antara

Achmad Nur Hidayat ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta meminta pemerintah memperjelas definisi barang mewah dalam kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN).

Pemerintah dan DPR telah menyatakan bahwa objek pajak yang dikenakan tarif PPN 12 persen, hanya menyasar kelompok barang mewah yang lebih banyak dikonsumsi kelompok atas.

Namun, menurut Achmad Nur Hidayat, batasan yang kabur mengenai definisi barang mewah bisa memberikan ruang tekanan bagi kelompok menengah ke bawah.

“Pemerintah harus menetapkan batasan yang jelas mengenai barang apa saja yang termasuk dalam kategori mewah. Hal ini penting untuk menghindari kesalahan pengenaan pajak pada barang yang sebenarnya merupakan kebutuhan bagi masyarakat menengah,” kata Achmad Nur Hidayat dilansir dari Antara, Senin (9/12/2024).

Achmad Nur Hidayat mencontohkan, barang elektronik berkualitas tinggi bisa jadi termasuk dalam kelompok barang mewah.

Sementara kelas menengah kemungkinan menggunakan barang elektronik tersebut untuk kebutuhan pekerjaan mereka.

Artinya, bila kelompok barang itu masuk dalam definisi barang mewah pada kebijakan PPN, kelas menengah berpotensi makin kesulitan mengakses barang yang bisa membantu meningkatkan taraf hidup mereka.

“Akibatnya, kebijakan ini justru memperlebar kesenjangan digital dan ekonomi,” ujar Achmad Nur Hidayat.

Mengingat kondisi kelompok menengah yang rentan terhadap kebijakan fiskal, ia mengingatkan pemerintah untuk mengantisipasi tekanan yang diterima kelompok ini dengan membuat kebijakan yang memperhatikan dampak lanjutan.

Tak hanya kelas menengah, Achmad Nur Hidayat berpendapat kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen tetap akan berdampak pada kelompok ekonomi kecil meski hanya menyasar barang mewah. Hal itu terjadi melalui mekanisme ekonomi yang disebut spillover effect.

“Ketika barang-barang yang terkait dengan barang mewah mengalami kenaikan harga, biaya hidup secara keseluruhan juga meningkat. Misalnya, kenaikan tarif PPN pada kendaraan bermotor mewah dapat memengaruhi biaya logistik dan transportasi barang kebutuhan pokok,” jelasnya.

Pada akhirnya, konsumen dari seluruh lapisan ekonomi harus membayar harga yang lebih tinggi untuk barang kebutuhan sehari-hari. Belum lagi kenaikan harga berisiko menurunkan penjualan pelaku industri hingga pedagang kecil.

Selain memperjelas definisi barang mewah, ia juga merekomendasikan pemberlakuan tarif pajak progresif berdasarkan nilai barang, di mana makin tinggi nilai barang maka makin besar tarif pajaknya. Pendekatan ini dinilai lebih adil dan tidak terlalu membebani kelas menengah bawah.

Insentif produk lokal pun juga bisa meredam dampak negatif kenaikan PPN. Pemerintah dapat memberikan insentif bagi produsen lokal yang memproduksi barang serupa dengan barang mewah impor.

Hal ini diyakini tidak hanya akan mendukung industri lokal tetapi juga menyediakan alternatif yang lebih terjangkau bagi konsumen.

Pemerintah juga perlu memastikan kebijakan ini tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menaikkan harga barang secara tidak wajar.

“Pengawasan yang ketat harus dilakukan untuk menjaga keadilan dalam penerapan pajak,” tuturnya. (ant/saf/ipg)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Sabtu, 18 Januari 2025
27o
Kurs