Rabu, 1 Januari 2025

Pakar: Masyarakat Akan Tinggalkan QRIS Jika Dikenai PPN 12 Persen

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Ilustrasi pembayaran melalui QRIS. Foto: QRIS

Rahmat Setiawan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) mengatakan, jika transaksi menggunakan QRIS nantinya kena PPN 12 persen, bisa jadi akan membuat masyarakat kembali menggunakan pembayaran secara tunai.

“Kalau memang pakai QRIS ternyata juga terkena dampak PPN 12 persen, tentu masyarakat akan kembali ke tunai. Ngapain pilih QRIS kalau memang nanti kena PPN 12 persen? Jadi, perilaku orang itu sebenarnya rasional dan akan selalu menyesuaikan,” katanya, Minggu (29/12/2024).

Ia mengatakan, QRIS dikenai PPN 12 persen berseberangan dengan kampanye pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) yang ingin meningkatkan jumlah transaksi non-tunai.

Selain itu, upaya pemerintah dalam memberikan kemudahan transaksi dan mengurangi tindak pencucian uang juga bisa terhambat dengan adanya kebijakan tersebut.

“Mekanisme pencucian uang kalau tunai itu cari buktinya sulit. Kalau pakai non-tunai pasti ter-record,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan, meski terdapat pengecualian terhadap beberapa jenis barang, kebijakan tersebut tetap memiliki celah untuk menyasar kebutuhan sehari-hari masyarakat.

“Yang di luar pengecualian itu tidak cuma barang mewah, contoh deodoran, pasta gigi dan sabun. Itu semua bukan barang mewah, tapi kita butuhkan sehari-hari dan kena PPN 12 persen tadi,” ujarnya

Kenaikan PPN 12 persen, tegas dia, juga dapat meningkatkan jumlah pengangguran, karena beban hidup masyarakat secara umum akan naik yang berdampak pada turunnya daya beli masyarakat, sehingga konsumsi juga turun.

“Maka, akan terjadi penurunan produksi karena barang-barang yang diproduksi tidak ada yang konsumsi, sehingga nanti jumlah pengangguran akan meningkat,” katanya.

Ia berharap, pemerintah bisa membatalkan kenaikan PPN tersebut. Karena menurutnya, pemerintah masih memiliki opsi untuk tidak menaikkan PPN tanpa mengubah UU.

“Pemerintah sebenarnya memiliki kewenangan untuk menurunkan sampai minimal 5 persen atau menaikkan sampai maksimal 15 persen sesuai UU HPP Pasal 7 ayat (3). Jadi, sebenarnya masih ada ruang untuk tetap di 11 persen tanpa harus mengubah UU,” tandasnya. (ris/bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Truk Tabrak Rumah di Palemwatu Menganti Gresik

Surabaya
Rabu, 1 Januari 2025
24o
Kurs