Slamet Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS mengungkapkan keprihatinannya terhadap tata Kelola peternakan yang menyebabkan terjadinya peningkatan impor kambing dan domba dalam beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan data yang dihimpun, terjadi lonjakan impor yang signifikan selama periode 2019 hingga 2023, sehingga menghawatirkan peternak lokal.
“Pada 2019, impor kambing dan domba tercatat sebesar 2,42 ribu ton atau setara dengan USD 15,10 juta. Namun, pada Mei 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat transaksi impor untuk komoditas yang sama mencapai USD 129,93 juta. Lonjakan ini sangat mengkhawatirkan,” ujar Slamet dalam keterangannya, Selasa (17/12/2024).
Berdasarkan data BPS, kata Slamet, produksi daging domba di Indonesia pada 2023 mencapai 52,99 ribu ton, meningkat 1,6% dibandingkan 2022 yang sebesar 52,16 ribu ton. Salah satu daerah penghasil terbesar adalah Jawa Barat, dengan produksi mencapai 33,49 ribu ton pada 2022, meningkat dari 31,86 ribu ton pada 2021.
“Data ini menunjukkan bahwa peternak lokal sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan pasar. Namun, derasnya impor justru mengancam keberlanjutan usaha mereka,” tegas Slamet yang juga dokter hewan ini.
Menurutnya, kebijakan impor yang tidak terkendali berpotensi merugikan peternak lokal yang selama ini berperan besar dalam penyediaan daging domba dan kambing.
Ia mengkritisi kebijakan impor yang dinilai kurang mempertimbangkan kondisi produksi dalam negeri.
Politisi senior PKS ini mengapresiasi langkah cepat dan berani kementerian pertanian, yang merespons keluhan peternak dengan memberhentikan sementara rekomendasi impor. Langkah ini dinilai sebagai wujud perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan sektor peternakan nasional.
“Saya mengapresiasi Menteri Pertanian, wakil menteri dan beserta jajarannya atas keputusan strategis ini. Langkah tersebut memberikan ruang bagi peternak lokal untuk tetap bersaing dan mempertahankan usaha mereka,” ungkapnya.
Dia meminta Kementerian Pertanian untuk mengatur kembali kebijakan impor ternak, sehingga dapat menjaga keseimbangan antara kebutuhan pasar dengan keberlangsungan produksi lokal.
“Kebijakan impor seharusnya dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan nasional. Jangan sampai kebijakan ini justru menjadi bumerang yang melemahkan sektor peternakan kita,” jelas Slamet.
Ia berharap adanya sinergi yang lebih kuat antara pemerintah, peternak, dan pemangku kepentingan lainnya dalam merumuskan kebijakan yang berpihak pada kemandirian peternakan nasional.(faz/ham)