Jumat, 20 September 2024

Kelas Menengah Tergelincir karena Pendapatan Menurun, Bukan Disebabkan Air Minum

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi seorang karyawan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Foto: Pexels

Bambang Brodjonegoro ekonom senior sekaligus mantan Menteri Keuangan menyebut ada berbagai faktor yang menyebabkan kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan tingkat ekonomi.

Selain pemutusan hubungan kerja (PHK), ada sejumlah faktor lain yang sering kali tidak disadari, seperti judi online dan pengeluaran untuk air minum.

Menurut Bambang, judi online sangat adiktif dan cepat menguras keuangan masyarakat. Tapi, ia juga menyoroti gaya hidup masyarakat perkotaan yang sangat bergantung pada air minum dalam kemasan. Kebiasaan ini dinilai memiliki dampak besar terhadap daya beli.

Meski begitu, Bambang menekankan bahwa pengeluaran untuk air minum hanyalah salah satu dari banyak faktor yang menyebabkan kelas menengah turun ke level ekonomi yang lebih rendah.

Faktor utama yang disorot adalah dampak pandemi Covid-19. Selama pandemi, banyak pekerja kelas menengah kehilangan pekerjaan, sementara yang lain mengalami kebangkrutan dalam bisnis mereka.

Menyikapi hal ini, Anthony Budiawan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) menilai argumen bahwa konsumsi air minum kemasan menyebabkan kelas menengah turun tidak masuk akal.

“Masyarakat Indonesia tidak punya banyak pilihan untuk mendapatkan air minum bersih selain dari air galon. Ini terkait dengan peran PDAM. Karena mereka (PDAM) tidak bisa menyediakan itu (air bersih), mau tidak mau kita konsumsi air galon,” jelasnya dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (4/9/2024).

Ia menambahkan bahwa yang menyebabkan kelas menengah turun adalah pendapatan yang menurun, bukan pengeluaran untuk air.

“Konsumnya biasa saja. Tapi karena pendapatan turun, sehingga pengeluaran terhadap pendapatan juga turun. Ini yang menyebabkan kelas menengah turun kelas,” tegasnya.

“Di Indonesia, kelas sosial ditentukan berdasarkan pengeluaran, bukan pendapatan seperti di negara lain. Jika pendapatan turun, otomatis pengeluaran juga menurun, dan ini yang menyebabkan banyak orang tergelincir dari kelas menengah,” imbuhnya.

Anthony juga menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi yang melambat, ditambah dengan tingkat PHK yang tinggi, adalah faktor utama yang menekan kelas menengah.

Ia mencatat bahwa selama empat bulan berturut-turut terjadi deflasi, yang menunjukkan penurunan konsumsi dan daya beli masyarakat.

Menurut Anthony, komponen bahan makanan yang semakin tinggi dalam pengeluaran masyarakat dengan pendapatan rendah turut memperburuk situasi.

“Bila pendapatan mereka turun sedikit saja, kelas ekonomi mereka akan turun,” jelasnya.

Untuk menyelamatkan kelas menengah, Anthony berpendapat bahwa pembangunan ekonomi harus lebih berpihak pada masyarakat luas, bukan hanya kelas atas.

“Sayangnya saat ini, pembangunan ekonomi lebih banyak menguntungkan kelas atas. Kelas menengah hanya menjadi pekerja yang terkena dampak, seperti PHK,” katanya.

Selain itu, ia menyarankan bahwa program bantuan sosial dan jaring pengaman sosial perlu diperluas untuk menjaga daya beli kelas menengah agar tidak turun.

Ia menambahkan, mereka yang sudah jatuh dari kelas menengah harus diberi bantuan. Lalu mereka yang rentan juga harus dijaga agar tidak turun lebih jauh. (saf/iss)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Kecelakaan Mobil Box di KM 12 Tol Waru-Gunungsari

Pipa PDAM Bocor, Lalu Lintas di Jalan Wonokromo Macet

Surabaya
Jumat, 20 September 2024
24o
Kurs