Vedi Kurnia Buana Konsulat Jenderal Republik Indonesia untuk New South Wales di Sydney mengatakan, Australia merupakan negara dengan Gross Domestic Product (GDP) terbesar di dunia, dengan nilai GDP sebesar kurang lebih 65 ribu USD per kapita.
“Ini adalah pendapatan yang cukup besar, sehingga daya beli mereka juga cukup tinggi,” ujar Vedi Kurnia Buana saat berbincang dengan kelompok Pemimpin Redaksi (Pemred) dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk Suara Surabaya Media yang tergabung di dalamnya, di Australia Barat, Senin (29/4/2024).
Hal ini menjadi potensi yang sangat baik bagi pebisnis Indonesia, sehingga seharusnya bisa menjadi peluang untuk memasukkan bisnis ke Australia.
“Banyak sekali peluang yang terbuka disini. Dan tentu kita harus kenal dulu pasar Australia seperti apa, kalau dari segi populasi memang tidak banyak, hanya sekitar 26,6 juta se-Australia dibanding wilayahnya. Memang kecil sekali kesannya, tapi jangan lupa Australia itu salah satu negara paling kaya di dunia dengan GDP 65.000 USD per kapita,” jelasnya.
“Indonesia saja (GDP nya) belum 5.000 USD, baru 4.700 USD (per kapita) kalau nggak salah, jadi daya beli mereka (Australia) sangat luar biasa,” tambahnya.
Selain itu, Australia juga sangat mengutamakan kualitas produk yang akan dimasukan ke negaranya. Seperti, produk harus sesuai dengan standar kesehatan negara Australia. Kemudian produk tersebut juga harus disesuaikan dengan lingkungan.
“Jadi justru barang-barang yang katakanlah berorientasi lingkungan melibatkan dalam produksinya. Ya, melibatkan peran serta masyarakat lokal di Indonesia misalnya, atau masyarakat kaum perempuan seperti produk kerajinan yang mempunyai nilai jual tinggi,” ujarnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, meskipun jumlah penduduk di Australia hanya 26 juta orang namun wisatawan yang datang cukup besar.
Pada kesempatan yang sama, Jackie Jarvis Menteri Australia Barat urusan Pertanian, Pangan, Kehutanan, dan UMKM menjelaskan potensi perdagangan atau bisnis di Australia Barat yang bisa dikerjasamakan antara pebisnis Australia dan pebisnis dari Indonesia, lebih banyak pada sektor-sektor bersifat pertambangan.
Selain pertambangan, yang dibutuhkan oleh ekonomi di Australia Barat adalah tentang food processing atau pemrosesan pangan. Di Australia Barat ini memang banyak sekali raw materials atau bahan-bahan pangan mentah yang di antaranya adalah gandum.
“Gandum cukup banyak dan mengalami surplus di Australia Barat sehingga sebagian besarnya diekspor ke Indonesia dan ini menjadi bahan untuk pembuatan mie instan dan tepung-tepungan,” ungkap Jackie.
Sementara itu di New South Wales, Sydney selain perdagangan sapi dan hasil susu, ada juga produk ekspor, yakni ekspor servis pendidikan.
Untuk diketahui, di New South Wales ini ada tujuh kampus, di mana dua di antaranya adalah kampus yang cukup mentereng reputasinya di Sydney, yaitu The University of Sydney dan Western Sydney University Australia.
Sekarang ini, kampus tersebut sudah mempersiapkan diri untuk beroperasi di Surabaya dan akan diresmikan pada bulan Juni mendatang.
Kemudian, selain sapi dan susu, komoditi kedua yang cukup besar di ekspor ke Indonesia adalah pendidikan. Di mana untuk jumlahnya secara total sebesar 29 miliar USD.
Hal ini merupakan sebuah potensi yang besar, di mana Indonesia menjadi satu di antara negara yang menjadi tujuan ekspor pendidikan Australia.
Menurut Anoulack Chanthivong MP Menteri Perindustrian dan Perdagangan New South West, Sydney kerja sama ini akan terus dikembangkan.
Dia juga berharap hal ini bukan cuma sekadar nominal dari investasi pendidikan tapi juga tentang hubungan baik antara dua negara bagian, yakni New South West, Sydney dengan Provinsi Jawa Timur, Indonesia.
“Diharapkan pelayanan dari pendidikan yang ada di Australia ini, bisa mendukung dan menjaga anak-anak Indonesia yang sedang berkuliah,” pungkasnya. (edy/ike/ipg)