Minggu, 22 Desember 2024

Ditjen Pajak: Imbas PPN 12 Persen ke Harga Barang Hanya 0,9 Persen

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi Pajak. Foto: Pixabay

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan pengaruh kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen terhadap harga barang dan jasa hanya sebesar 0,9 persen.

“Kenaikan PPN 11 persen menjadi 12 persen hanya menyebabkan tambahan harga sebesar 0,9 persen bagi konsumen,” kata Dwi Astuti Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak di Jakarta, Minggu (22/12/2024) dilansir Antara

Sebagai ilustrasi, untuk minuman bersoda dengan harga jual Rp7.000, nilai pengenaan PPN dengan tarif 11 persen adalah sebesar Rp770. Maka, jumlah yang harus dibayar sebesar Rp7.770.

Sementara, ketika PPN menjadi 12 persen, pengenaan PPN sebesar Rp840, sehingga total biaya yang harus dibayar sebesar Rp7.840.

Dari contoh itu, selisih kenaikan harga antara PPN dengan tarif 11 persen dan 12 persen sebesar Rp70 atau hanya 0,9 persen dari harga sebelum kenaikan Rp7.770.

Sama halnya untuk barang lain, televisi misalnya. Dengan harga jual senilai Rp5 juta, PPN yang dibebankan dengan tarif 11 persen adalah Rp550 ribu, sementara dengan tarif 12 persen menjadi Rp600 ribu.

Total harga yang harus dibayar konsumen naik dari Rp5,55 juta menjadi Rp5,6 juta atau berselisih 0,9 persen.

“Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tidak berdampak signifikan terhadap harga barang dan jasa,” ujar Dwi.

Sementara terpisah, Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan PPN menjadi 12 persen bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

Perhitungan itu diperoleh melalui pengolahan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tentang pengeluaran rumah tangga terkait makanan dan nonmakanan serta asumsi inflasi sebesar 4,11 persen.

Salah satu pemicu kenaikan inflasi (dari data per November 2024 sebesar 1,55 persen yoy) adalah fenomena pre-emptive inflation, yang mana pelaku usaha ritel dan manufaktur menaikkan harga lebih awal untuk menjaga margin keuntungan sebelum tarif baru diterapkan.

Kenaikan harga diperkirakan akan terlihat menjelang akhir 2024 hingga kuartal pertama 2025, didorong oleh tarif PPN baru dan musim liburan Natal dan Tahun Baru 2025. (ant/bil/ham)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Truk Tabrak Rumah di Palemwatu Menganti Gresik

Surabaya
Minggu, 22 Desember 2024
25o
Kurs