Aplikasi e-peken tidak hanya jadi sarana pemberdayaan ekonomi, tapi juga bentuk ikhtiar seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membantu masyarakat, khususnya para pelaku usaha (UMKM).
Lewat program e-commerce itu, ASN pemkot diwajibkan untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari di toko kelontong se-Surabaya yang terintegrasi dengan aplikasi e-peken, di masing-masing wilayah tempat tinggalnya.
Muhammad Fikser Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Surabaya mengatakan, program itu terinisiasi dan terbentuk saat pada tahun 2021.
Saat itu, pandemi Covid-19 yang semakin parah membuat hampir seluruh sektor perekonomian lumpuh, namun tidak terlalu berdampak dari segi penghasilan ASN.
“Yang tidak terdampak kan kita ASN, tetap dapat gaji, tunjangan, sedangkan para UMKM ini terpuruk. Sehingga kemudian muncul ide dari Pak (Eri Cahyadi) Wali Kota Surabaya agar UMKM itu bisa jalan dengan teknologi. Sehingga muncul e-peken yang tidak hanya saja UMKM tapi juga toko kelontong, sentra kuliner kita masukan seluruhnya ke aplikasi, dengan pembelinya dari seluruh ASN (Pemkot Surabaya),” kata Fikser saat mengudara di program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (9/6/2023).
Selain itu, lanjut Fikser, program tersebut jadi bukti kalau konsep “Gotong-Royong” membantu sesama yang diusung Wali Kota Surabaya bukan sekadar slogan belaka.
“Bukan sekadar slogan, ucapan bantu dan tolong, tapi ada upaya nyata yang dilakukan semua ASN. Bukan hanya sekadar membantu, tapi kita juga bisa tahu seberapa besar ASN memberikan kontribusinya dengan membeli dari UMKM,” ucapnya.
Adapun tenant terdaftar di e-peken ada sebanyak 4.684 merchant, terdiri dari tokoh kelontong, sentra wisata kuliner (SWK) dan UMKM. Sedangkan data pengguna, dari ASN sebanyak 12.752 orang dan masyarakat umum 7.901 orang.
Untuk transaksi dari program e-peken sendiri sejak Oktober 2021 hingga Mei 2023, mencapai lebih Rp84,1 miliar. Rinciannya Oktober-Desember 2023 total transaksi sebesar Rp5,2 miliar, Januari-Desember 2022 Rp45,1 miliar, dan Januari-Mei 2023 Rp27,7 miliar.
Kadis Kominfo Surabaya itu juga menegaskan, tidak ada keuntungan sama sekali yang diambil oleh Pemkot Surabaya atas e-peken ini. Karena, tidak adanya bank penjamin/rekening bersama sesuai peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Hal itu memungkinkan uang transaksi dari pembeli langsung sampai ke pedagang. Sehingga, tidak ada keuntungan yang didapatkan pemerintah sebagai pengelola.
“Karena (e-peken) dikelola pemerintah, kita tidak diperbolehkan ada bank penjamin (rekening bersama). Karena di situ ada keuntungan yang bisa didapatkan dan itu dilarang. Di e-peken tidak boleh,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, memang ada tantangan tersendiri seperti potensi kecurangan/miss komunikasi dari pembeli dan pedagang. Namun, pihaknya komitmen akan terus mensosialisasikan agar hal tersebut tidak terjadi.
Kata Fikser, meski aplikasi ini banyak mendapatkan penghargaan dari kementerian/lembaga, fokus utama Pemkot tetap untuk mensejahterahkan perekonomian masyarakat.
“Memang kita senang sih ada penghargaan itu, tapi seperti kata pak Wali Kota, bagaimana kita bisa terus memberikan pelayanan yang baik bagi warga,” bebernya.
Ke depan, Pemkot Surabaya juga menargetkan tidak hanya ASN saja yang bertransaksi dan membeli kebutuhan sehari-hari lewat e-peken, namun bisa dirasakan juga masyarakat secara luas. Untuk itu, ditargetkan agar pada tahun 2024 bisa dikelolah dan dipegang sendiri oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Sementara Devie Afrianto Kabid Distribusi dan Perdagangan Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Dinkopdag) menambahkan, tantangan dari program e-peken ini justru membantu para pelaku usaha untuk bisa beralih dari cara konvensional ke digital.
Contohnya seperti melakukan transaksi secara online, serta branding dan upload produknya ke katalog e-peken.
“Selain itu yang masih berproses adalah meminta mereka (para pelaku usaha) membuat standarisasi harga. Sekarang PR kita masih disitu. Kalau di Kemendag kita punya ‘harga eceran tertinggi (HET)’, kami dibantu Diskominfo Surabaya membuat namanya ‘harga acuan tertinggi di peken’. Itu untuk menghindari harga yang terlalu tinggi,” jelasnya.
Terkait potensi human error dalam proses transaksi, menurutnya selama ini memang banyak ditemui. Namun, tidak sampai ke tahap penipuan.
“Temen-temen pelaku usaha tidak ada itikad buruk, hanya ada beberapa miskom saja. Seperti alat/handphonenya dipakai bareng keluarga sehingga kadang slow respon dan sebagainya,” kata Devie.
Terakhir, Devie mengundang seluruh pelaku usaha baik skala ultra mikro maupun mikro untuk bergabung dengan e-peken. “Semua pendampingan, totalitas kami berikan,” pungkasnya. (bil/ipg)