Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur meminta pemerintah memperjelas aturan larangan buka bersama bagi pejabat dan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menurut Dwi Cahyono Ketua PHRI Jatim, permintaan itu menyusul penurunan okupansi hotel dan restoran selama Ramadan usai aturan resmi yang disampaikan Joko Widodo Presiden RI.
“Itu diperjelas, atau ada aturan yang meringankan, boleh mengadakan jika ASN atau pejabatnya di tempatnya masing-masing atau bagaimana. Jadi kejelasan-kejelasan aturan itu yang membuat kebingunan dan jadi tidak berani mengadakan acara ini,” kata Dwi, Kamis (30/3/2023).
Dwi menilai aturan pemerintah belum detail, sehingga banyak masyarakat yang biasanya menggelar acara buka bersama dengan mengundang unsur pemerintah menjadi takut.
“Karena aturan yang detailnya, larangannya, belum sepenuhnya jelas dipahami. Pejabat siapa saja, pejabatnya yang mengadakan atau dia yang diundang atau bagaimana, ini yang bingung masyarakat. Ini larangan untuk pejabat dan ASN, bukan untuk masyarakat umum, tetap boleh. Biasanya rangkaian buka bersama banyak, selalu ada santunan anak yatim, ada bingkisan yang melibatkan UMKM. Itu kalau pejabat diundang ternyata tidak berani datang terkait perizinan, ini tidak boleh, masih belum jelas. Aturannya belum jelas, dampak sudah jelas, semua menahan,” imbuhnya.
Sebagai bentuk keberatan, lanjut Dwi, PHRI Jatim minta pemerintah memperjelas aturan lebih bijak agar kondisi penurunan okupansi hotel dan restoran yang sedang merangkak usai Covid-19 bisa segera pulih.
“Itu sikap resmi, karena kita punya bebas. Kita harus menghidupi karyawan kita sendiri, UMKM yang bergantung pada kita, ada yang punya panti asuhan, ada beban-beban itu yang bisa tertutupi pada saat event satu tahun sekali buka puasa. Kita berharap bisa lebih bijak pemerintah saat memberikan aturan,” tandasnya.
Sebelumnya Dwi menyebut, hampir seluruh hotel dan restoran di Jatim terutama kota besar seperti Surabaya, Malang, Batu, Banyuwangi, dan Pasuruan, yang notabene jadi pusat acara yang diadakan kementerian maupun BUMN terdampak larangan ini. Okupansi di pekan pertama Ramadan di tempat-tempat itu baru menyentuh 20-30 persen.
Terpisah, untuk Surabaya, Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya menyatakan pejabat dan ASN boleh menghadiri acara yang diadakan masyarakat.
“Lho boleh, yang tidak boleh adalah ASN terus mengadakan acara menunjukkan kemewahan. Kalau di hotel ngundang anak yatim, pengajian ya tidak apa-apa, siapa yang ngelarang. Yang dilarang PNS buka bersama, misalnya satu pemkot mengadakan di hotel dengan acara luar biasa itu tidak boleh,” kata Eri.
Ia menyebut, larangan bukber bagi pejabat dan ASN pun bermaksud menumbuhkan sikap saling menghargai ditengah upaya kebangkitan ekonomi yang tidak sama.
“Kalaupun PNS mau datang buka di undangan orang tidak apa-apa, dia datang sebagai warga bukan PNS. Ini kan kita pascapandemi tidak semua bisa hidup nyaman, kita saling menghargai itu maksud Pak Presiden,” tutupnya.(lta/dfn/ipg)