Agus Gumiwang Kartasasmita Menteri Perindustrian (Menperin) menegaskan, pemberlakuan Standard Nasional Indonesia (SNI) Wajib digunakan sebagai instrumen untuk mengendalikan impor.
Dilansir dari Antara, ia meminta Petugas Pengawas Standard Industri (PPSI) yang diamanatkan untuk melakukan pengawasan SNI melalui Permenperin No. 45 Tahun 2022, agar menerapkan regulasi tersebut.
“Kita harus pastikan produk yang beredar di pasar kita adalah produk-produk yang aman, berkualitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi kita. SNI Wajib, bisa kita pergunakan sebagai instrumen nasional untuk mengendalikan impor. Tentu kita harus berani,” ujarnya pada Senin (16/10/2023).
Menperin mengungkapkan, pada 2021 lalu pihaknya melalui Pusat Pengawasan Standardisasi Industri telah melakukan pengawasan fokus produk impor sebanyak 95 merek untuk 10 SNI wajib dari 15 provinsi dan hasilnya 63,1 persen mematuhi regulasi SNI Wajib.
Selanjutnya, pada 2022 telah dilakukan pengawasan produk dalam negeri dan impor sejumlah 124 merek untuk 28 SNI Wajib dari 18 provinsi, hasilnya 65,3 persen mematuhi regulasi SNI Wajib.
“Untuk pengawasan tahun 2023 sedang dilakukan hingga akhir tahun. Hingga September 2023, telah dilakukan pengawasan sebanyak 62 merek produk dalam negeri dan impor untuk 21 SNI wajib dari 18 provinsi dan hasilnya 46 merek sesuai SNI, tujuh merek tidak sesuai SNI dan sembilan menunggu hasil uji,” sebut Menperin.
Menperin menjelaskan, sesuai Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 45 Tahun 2022 tentang Standardisasi Industri, penanganan kasus adanya produk yang mutunya tidak sesuai dengan SNI Wajib dilakukan dengan memberitahukan kepada pelaku usaha tentang hasil pengawasan serta perintah menghentikan produksi (jika di pabrik) dan perintah penarikan barang (jika di pasar).
Lalu, diberikan kesempatan kepada industri untuk memperbaiki mutu produknya melalui verifikasi Lembaga Sertifikasi Produk dan diperbolehkan beredar kembali setelah memenuhi syarat mutu SNI Wajib.
Adapun sanksi administratif diberlakukan jika perintah penghentian produksi atau penarikan barang tidak dilakukan. (ant/ath/saf/ipg)