Ibrahim Assuaibi analis pasar uang menyebut pelemahan nilai tukar Rupiah saat ini relatif lebih baik dibandingkan mata uang sejumlah negara lain di kawasan Asia dan global.
“Namun, bagi masyarakat, pelemahan mata uang Rupiah yang terus menerus akan berdampak terhadap kenaikan harga-harga. Salah satunya harga komoditas dan akan berpengaruh terhadap menurunnya daya beli sehingga konsumsi masyarakat akan menurun,” ujarnya dilansir Antara Jumat (19/10/2023).
Untuk menahan laju pelemahan mata uang Rupiah, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) harus bahu-membahu melakukan pencegahan. Caranya dengan melakukan strategi bauran ekonomi lebih banyak lagi agar bisa menahan gelombang eksternal yang luar biasa.
Pengaruh eksternal tersebut berasal dari kekhawatiran pasar terhadap perang Hamas melawan Israel. Sehingga membuat sebagian besar pedagang mewaspadai aset-aset berisiko.
Terutama di tengah potensi penyebaran konflik yang lebih besar di kawasan Timur Tengah. Perang antara Rusia dengan Ukraina juga melengkapi kekhawatiran pasar.
“Tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, BI akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah, agar sejalan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian imported inflation,” kata Ibrahim.
Di samping intervensi di pasar valuta asing (valas), BI disebut akan mempercepat upaya pendalaman pasar uang Rupiah dan pasar valas. Hal ini termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan penerbitan instrumen-instrumen lain untuk meningkatkan mekanisme pasar.
Selain itu, BI bakal meningkatkan dan memperluas koordinasi dengan pemerintah, perbankan, dan dunia usaha dalam implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA).
Pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah melemah sebesar 58 poin atau 0,36 persen menjadi Rp15.873 per Dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.815 per Dolar AS. (ant/saf/faz)