Putu Anom Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya (Ubaya) mengatakan, investor pasar modal masih wait and see (menunggu dan mengamati) perkembangan peta politik Indonesia jelang Pemilu 2024. Kondisi politik Tanah Air masih memiliki pengaruh, meski dampaknya tidak lebih besar dibandingkan tahun-tahun politik sebelumnya.
“Sekarang memang investor lagi wait and see ya karena mau Pemilu. Menunggu apa yang akan terjadi setelah masa Pilpres dan Pilkada itu,” tuturnya dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Selasa (4/7/2023).
Sebenarnya banyak saham-saham yang mulai bergerak, hanya saja masih di level cap and floor yang aman. “Biasanya investor tidak mau berada dalam kondisi ketidakpastian yang besar. Artinya, kalau investor menyebut 50:50, itu tidak aman. Sekarang kondisinya masih 50:50. Tapi secara teknikal, saya lihat ada peluang 60 persen menuju bullish, tapi samar-samar, tidak terlalu terlihat,” kata Putu.
Kondisi bullish market yaitu saat para investor sedang optimis atau indeks pasar mengalami peningkatan sebesar 20 persen.
Putu melanjutkan, investor masih menunggu para calon presiden menyampaikan ide-ide ekonomi dan politik mereka secara gamblang. Sebelum ditetapkan dan masa kampanye, semestinya mereka sudah harus punya ide kebijakan ekonomi yang mendorong investasi.
Sayangnya saat ini para calon presiden masih bermain di jajaran mencari suara, mencari kenaikan dari polling. Padahal politik dan ekonomi saling berkaitan. Siapa yang menjadi pemimpin, yang mengambil kebijakan ekonomi.
“Harapan saya ketika pasar modal sudah menunjukkan posisi bullish, semua bakal capres sudah ditetapkan oleh KPU. Jadi kita akan punya tren yang lebih jelas,” ujarnya.
Putu menyebutkan kalau calon presiden sudah terpilih, pasti akan ada lonjakan kenaikan atau abnormal return sekitar tiga sampai empat hari, lalu rebound, kembali ke tren semula.
Agar level tren bullish di atas 60 persen, kata Putu, seharusnya value investor yang punya dana cukup besar sekarang mulai mencicil membeli saham-saham yang harganya sedang turun.
Sedangkan bagi investor baru, bisa melihat tren dari bid dan ask harga saham yang sudah under value. “Kalau mau wait and see itu oke. Tapi jangan lama-lama, tunggu sampai pasar logistiknya mengeluarkan semua kebijakan-kebijakan ekonominya, kemudian kita mulai bergerak. Kalau banyak orang yang mulai naik jualannya, berarti itu juga mulai ada yang building price untuk harga saat itu. Saatnya kita bisa mengikuti sebagai investor-investor baru.”
Bagi pemain jangka pendek, Putu menyarankan ambil aja saham-saham yang kira-kira sudah memiliki tingkat fair di atas fair industri mereka, sekitar 10 persen. Jangan kurang dari itu. Kalau kurang dari itu, berarti akan under value.
“Melihat dari pergerakan harga sekarang, saham-saham yang signifikan bagus itu masih saham perbankan. Tapi harganya masih mahal. Dan harga yang mahal itu membuat mereka mungkin tidak terlalu feasible bagi investor-investor domestik yang pemula. Ambil saham-saham yang kira-kira bisa menjaga nilai uang Anda, bukan meningkatkan,” kata dia.
Opsi lainnya adalah saham-saham customer goods yang masih menjaga leveling maksimal 20 persen. Juga saham telekomunikasi dan teknologi.
Putu juga menyarankan untuk tidak masuk ke saham-saham yang masih ada kaitannya dengan para bakal calon presiden. Paling aman, beli saham-saham yang selalu menggerakkan ekonomi.
“Jangan memilih saham infrastruktur karena saham infrastruktur sedang tidak bagus. Hindari itu. Bukan berarti melakukan manajemen risiko kemudian ambil risiko. Infrastruktur dibangun dengan biaya besar, dengan nilai utang yang besar. Tidak bisa secara langsung dalam jangka pendek menghasilkan return. Biasanya investor yang uangnya sudah cukup banyak yang bisa membeli,” tuturnya.
Sementara terkait Foreign Direct Investment, pasti terpengaruh masalah kondisi keamanan dan juga kondisi investasi yang ada di Indonesia. Investor menjaga supaya tidak terlalu banyak melakukan direct investment di Indonesia. Hal ini juga yang mendorong pemerintah mengeluarkan Golden Visa untuk warga negara asing.(iss/faz)