Eko Listiyanto Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan bahwa perluasan akses keuangan ke masyarakat yang tidak terjangkau Lembaga Jasa Keuangan (LJK) atau unbanked people menjadi tantangan inklusi di Indonesia.
“Unbanked dan underbanked people, bagaimana supaya mendapatkan kesempatan. Kalau yang didorong yang bankable, itu akan muncul ketimpangan kalau unbanked tidak didorong. Namanya inklusi ya semuanya,” ujar Eko dalam Diskusi Publik berjudul“Masa Depan Innovative Credit Scoring Pasca UU P2SK” sesuai dikutip dari Antara, Selasa (27/6/2023).
Eko berpendapat bahwa masih banyak sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Tanah Air yang memiliki keterbatasan untuk mengakses layanan jasa keuangan di tengah meningkatnya kebutuhan akses terhadap modal usaha.
“Akses keuangan dapat meningkatkan ekonomi kesejahteraan masyarakat, UMKM semakin besar, semakin butuh akses keuangan,” tutur Eko.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan indeks inklusi keuangan di Indonesia tercatat sudah mengalami peningkatan setiap tahun.
Indeks inklusi keuangan di Indonesia sebesar 60 persen pada tahun 2013, lalu, meningkat menjadi 68 persen pada 2016, menjadi 76 persen pada 2019, dan menjadi 85 persen pada tahun 2022 lalu.
Dari survei tersebut, Eko memaparkan sebanyak 85 persen penduduk Indonesia telah memiliki akses terhadap layanan jasa keuangan, sedangkan, sebanyak 15 persen penduduk masih terbilang unbanked people.
“Inklusi keuangan di Indonesia dari periode ke periode sebenarnya naik, tapi kita punya target yang lebih tinggi, tahun depan (2024) itu 90 persen,” ucapnya.
Namun demikian, sambung dia, capaian nasional tersebut masih dibawah indeks inklusi keuangan berbagai negara lain, bahkan di Asia Tenggara.
Menurut laporan World Bank, inklusi keuangan Indonesia sebesar 51 persen pada tahun 2021, atau di bawah beberapa negara Asia Tenggara lainnya, diantaranya Vietnam sekitar 58 persen, Malaysia sekitar 90 persen, Thailand sekitar 95 persen, dan Singapura sekitar 98 persen.
“Jadi, harus ada upaya yang lebih ekstra dari pemerintah dan seluruh stakeholder untuk mewujudkan supaya indeks inklusi kita naik, sudah dalam tren naik, tapi masih perlu bekerja keras,” tandas Eko. (ant/bnt)