Jumat, 22 November 2024

Harga Beras di Jatim Naik, Ahli Pertanian Minta Bulog Segera Intervensi Pasar

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi. Seorang petani saat berada di areal sawah di Surabaya. Foto: Dok. suarasurabaya.net

Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jawa Timur (Jatim) menjabarkan tentang tingginya harga beras di Jatim. Bahkan hingga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Padahal, dari September 2022 hingga September 2023, Jatim surplus produksi padi hingga 9,23 persen.

Menurut Khofifah, harga beras dikarenakan harga Gabah Kering Panen (GKP) dan harga Gabah Kering Giling (GKG) yang sampai di tempat penggilingan, memang sudah di atas HET yang ditetapkan oleh pemerintah. Sehingga setelah proses dan diproduksi menjadi beras harganya di atas HET.

Selain itu, Khofifah menjelaskan bahwa Jatim bisa menyuplai 16 provinsi Indonesia Timur di luar provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Namun pada awal September ini, Jatim harus menyuplai beras ke Sulsel, Riau hingga Bangka Belitung.

Menyikapi hal itu, Dr. Ir. David Hermawan, M.P., IPM. ahli pertanian dan peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengamini bahwa poduksi beras di Jatim tidak hanya dikonsumsi oleh warga Jatim saja.

“Tetapi juga dikonsumsi daerah lain, bahkan sampai ke luar Jawa. Sebab hasil pertanian di provinsi lain juga kurang berhasil. Jadi jawaban atas kondisi saat ini adalah faktor supply and demand,” terang David dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Selasa (3/10/2023).

Menurut David, fenomena ini sejatinya juga terjadi di dunia. Ketika India yang menguasai 40 persen pasar dunia menutup ekspor beras, maka memberikan dampak hebat ke negara lain.

“Jadi kembali lagi ke faktor supply and demand,” sebut David Hermawan.

Ia menambahkan, ada kenaikan biaya produksi pertanian di Indonesia. Salah satunya harga pupuk yang naik. Hal ini juga berdampak ke kenaikan harga beras di pasar. Yang bahkan pada medio Oktober nanti diprakirakan naik hingga 50 persen.

“Jadi produktivitasnya harus dinaikkan. Supaya ada marginnya. Jadi bukan hanya meningkatkan supply, namun juga margin. Selain itu juga harus meningkatkan minat menanam padi,” jelasnya.

Oleh karena itu, David meminta peran Bulog dikembalikan sebagai buffer stock (penyangga stok). Jadi, saat petani panen, seharusnya Bulog membeli semua dengan harga tinggi. Kemudian dijual ke masyarakat dengan harga lebih bersahabat di kantong

“Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Bulog kita malah beli beras impor,” imbuh Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta-Ilmu Pertanian Indonesia (APTS-IPI) itu.

Dengan kondisi saat ini, David menekankan bahwa Bulog mau tidak mau harus turun. Sebab Indonesia sudah tidak bisa lagi bergantung ke negara lain.

Selain itu, David juga meminta membuat sistem pangan yang solid dan tangguh. Serta memilih sosok menteri pertanian yang bagus, kompeten, serta paham dengan pertanian.

Sebab, berdasarkan pengecekan yang dilakukan David di lapangan menunjukkan bahwa ada angka inflasi mulai tinggi. Oleh karena itu, butuh peran nyata pemerintah untuk mengatasi masalah ini sesegera mungkin.

“Kalau terus-terusan bisa stagflasi. Kalau terus-terusan stagflasi, bisa menjadi krisis. Kalau krisis terjadi, akan menimbulkan efek multidimensi. Sebab ini masalah perut,” terangnya. (saf/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs