Prof Wasiatur Rahma Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) mengatakan, nilai tukar rupiah kepada dollar Amerika Serikat (AS) yang hampir mencapai Rp16 ribu pada pekan ini dikendalai beberapa faktor eksternal.
“Sebenarnya yang lemah itu bukan rupiahnya, yang menguat itu dolar. Kenapa dolar itu menguat? Karena The Fed (bank sentral Amerika Serikat) masih berminat untuk melakukan lipatan uang. Nah US Dollar itu menguat tidak hanya di mata uang kita (rupiah), tapi juga mata uang negara lainnya,” ujarnya waktu mengudara di Radio Suara Surabaya, Rabu (25/10/2023).
Diketahui, nilai tukar rupiah ditutup melemah ke Rp15.866 per dollar AS pada, Rabu (25/10/2023) sore, setelah sebelumnya Rp15.849 per Dolar AS.
Kata Wasiatur, faktor eksternal memang sangat mempengaruhi keuangan global, seperti konflik Israel dengan Hamas di Palestina, gelombang resesi di Eropa.
Selain itu, ada faktor lain yakni data tenaga kerja di Amerika Serikat yang tidak seketat bulan lalu hingga menyebabkan angka pengangguran berada di kisaran 3,8 persen.
“Perlu diingat, inflasi Amerika Serikat itu kan sulit dilawan. Kenapa? karena kebijakan pemerintahan Biden sendiri itu mendukung The Fed dalam upaya mengendalikan kenaikan harga, namun pemerintahan itu meningkatkan pengurangannya secara tajam, apalagi didukung adanya Undang-Undang Pengendalian Inflasi, itu sebagian besarlah yang mengatur inflasi,” tuturnya.
Namun, Wasiatur menjelaskan kalau penguatan dolar ke rupiah tak terlalu berpengaruh dalam perekonomian dalam negeri. Yang lebih mempengaruhi justru situasi politik dalam negeri.
Dia mencontohkan deklarasi dan pencaloanan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang dan tidak mempengaruhi sentimen positif pasar dalam negeri.
“Politik kita di Indonesia ini relatif aman. Jadi tidak akan pernah terganggu dengan tekanan-tekanan luar yang terdekresi cuma satu persen terhadap USD. Tidak terlampau tinggi seperti negara-negara lain, kalau negara lain bisa sampai 8-10 persen,” ujarnya.
Menurutnya, ini merupakan momentum untuk memaksimalkan potensi ekspor dengan bermuatan bahan baku lokal. “Sehingga kita ada efek positif dengan kenaikan dolar, dan bisa banyak memasukkan devisa kepada negara kita,” pungkasnya. (bil/ipg)