Senin, 25 November 2024

Ekonom Unair Jelaskan Jenis Investasi yang Aman di Tengah Kenaikan Suku Bunga

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
ilustrasi indeks harga emas meningkat. Foto: Pixabay

Dr Rossanto Dwi Handoyo Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (Unair) menjelaskan ada beberapa contoh wadah investasi aman untuk menyelamatkan ekonomi makro, seiring dengan kenaikan suku bunga oleh The Fed yang diikuti pula oleh Bank Indonesia.

Seperti diketahui, pada bulan Desember lalu BI kembali memutuskan menaikkan suku bunga acuan. Kali ini sebesar 25 BPS yakni dari 5,25 persen menjadi 5,55 persen.

Rossanto menyebut, untuk menyelamatkan ekonomi makro salah satunya adalah dengan memegang mata uang asing, saham, properti, emas, dan obligasi (surat hutang).

Namun sebelum berinvestasi lebih jauh, Rossanto menekankan masing-masing investasi harus memahami polanya.

Permainan Aset

Menurutnya, untuk saat ini lebih baik tidak bermain mata uang asing. Pasalnya, Rupiah sedang mengalami depresiasi 7 hingga 8 persen sehingga akan mempengaruhi faktor kurs Dollar di pasar valuta asing. Pemicunya, investor sedang banyak membeli Dollar sehingga menyebabkan Rupiah melemah. Begitupun dengan saham, tidak semua saham bagus, tetapi ada yang minus.

“Jika ada orang luar negeri menanamkan saham di Indonesia tetapi keuntungannya kurang dari 7-8 persen kan artinya rugi, sehingga investor akan mencari alternatif aset lain,” terang Rossanto dalam keterangan tertulis yang diterima suarasurabaya.net, Selasa (3/1/2023).

Tak hanya itu, properti rumah kini juga sedang lesu karena pembelian tidak bereaksi cepat. Tak ayal, Rossanto menilai kenaikan suku bunga yang agresif juga berpengaruh pada kenaikan harga properti.

Oleh sebab itu, untuk saat ini salah satu aset paling tidak berisiko ialah emas.

“Aset paling aman ya emas, emas itu harganya akan naik serta cepat dikonversikan ke uang. Saat suku bunga naik, harga penjualan emas turun, hal itulah yang mendorong masyarakat mengalihkan kepemilikan asetnya menjadi emas,” ujarnya.

Pengaruh Obligasi

Rossanto menambahkan obligasi atau surat hutang juga mendapatkan pengaruh signifikan dari kenaikan suku bunga BI, termasuk obligasi syariah negara atau sukuk negara yang memberikan keuntungan dengan sistem bagi hasil. Dalam hal itu, pengaruh kenaikan suku bunga BI akan mengakibatkan bunga deposito (tabungan) naik. Artinya suku bunga pinjaman dan obligasi pun naik, termasuk suku negara imbal hasilnya naik. Terlebih kepercayaan investor terhadap penerbitan obligasi dan sukuk negara masih sangat baik.

“Kalau mempertahankan suku bunga, ya, kemungkinan tidak ada orang yang mau membeli. Meski obligasi di Indonesia termasuk kategori aman, lantaran pemerintah Indonesia selalu tepat dalam membayar hutang pokok maupun bunga,” kata dosen FEB Unair itu.

Obligasi pemerintah Indonesia bukan tanpa alasan, sambungnya, langkah pemerintah dalam menerbitkan obligasi dan sukuk negara juga mempertimbangkan keadaan pasar dan kebutuhan dana hutang.

“Pemerintah Amerika hutangnya jauh lebih gede dari Indonesia yakni 120 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah Indonesia pun masih memiliki kredibilitas sehingga hal tersebut dapat memberikan kepercayaan pada investor,” ujarnya.

Di akhir, Rossanto berharap pemerintah memiliki kapasitas fiskal untuk memberikan injeksi jaring-jaring pengaman sosial.

“Masyarakat pun demikian, dengan merangkaknya harga pangan, sebaiknya mengurangi hal-hal yang sifatnya konsumtif, dan mulai melek investasi,” tuturnya.(dfn)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
31o
Kurs