Teuku Riefky Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja dibutuhkan untuk kondisi makro ekonomi jangka menengah dan jangka panjang.
“Saya berpendapat Perppu Cipta Kerja masih sangat dibutuhkan untuk kondisi makro ekonomi Indonesia, terutama untuk pertumbuhan jangka menengah dan panjang,” ujarnya di Jakarta, Senin (16/1/2023).
Kondisi perekonomian Indonesia dalam waktu dekat, lanjutnya, cukup prudent, dan berpeluang lolos dari perlambatan ekonomi dunia. Tapi, untuk jangka panjang perlu ada mitigasi dari Pemerintah, salah satunya dengan penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022.
“Misalnya dari isu ketenagakerjaan, kita relatif tidak kompetitif baik dari skill, lalu tingkat upah serta birokrasinya. Perppu Cipta Kerja bertujuan untuk memudahkan segala proses tersebut, dan membuat pasar tenaga kerja lebih kompetitif. Itu juga tujuannya agar lebih banyak menciptakan lapangan kerja dan menarik investasi,” jelas Riefky.
Merujuk hasil survei Litbang Kompas mengatakan, mayoritas publik (61,3 persen responden) menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tidak mendesak.
Aspirasi tersebut, kara Riefky, seharusnya tetap diperhatikan oleh Pemerintah. Dia juga mengingatkan supaya Perppu Cipta Kerja terus dipantau implementasinya. Sehingga, sesuai dengan tujuan.
Sebelumnya, Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian mengatakan, lembaga moneter dunia (IMF) menyebut Indonesia sebagai titik terang di tengah awan hitam perekonomian dunia.
“Karena kita punya resiliensi selama penanganan pandemi Covid-19, kita juga berharap punya resiliensi di tahun 2023 ini. Indonesia titik terang di tengah awan gelap,” ucapnya di Jakarta, Senin (16/1/2023).
Perekonomian Indonesia diperkirakan masih akan tumbuh positif tahun 2023. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023, Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun depan di level 5,3 persen.
Sementara itu, Suroto Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) menilai Perppu Cipta Kerja tidak memenuhi unsur keterdesakan kondisi ekonomi untuk syarat terbitnya sebuah Perppu.
“Secara prasyarat kondisi ekonomi justru kontradiktif terhadap pernyataan pemerintah sendiri yang masih optimis perkiraan pertumbuhan ekonomi, dan inflasi terkendali pada tahun 2023,” ungkapnya.
Menurut Suroto, isi Perppu 2/2022 dan aturan turunannya lebih banyak menguntungkan kepentingan elite bisnis nasional, dengan adanya upaya mengedepankan model pendekatan risiko (risking approach) ketimbang pendekatan pencegahan (preventive approach) dalam perizinan bisnis tambang, perkebunan, mau pun pabrikasi.
“Sekarang komoditi ekstraktif seperti batu bara, sawit, nikel dan lain lain memang sedang jadi primadona dunia karena krisis energi akibat perang Ukraina dan juga karena memang ada lonjakan kebutuhan. Harganya sedang tinggi dan sepertinya akan bertahan cukup lama. Para oligarki sedang memainkan itu,” tambahnya.
Dia melanjutkan, Perppu Cipta Kerja ibarat ‘rompi pengaman’ para elite supaya terhindar dari syarat syarat-syarat analisis dampak lingkungan, kesulitan perizinan, dan juga masalah tanggungan sosial perusahaan lainnya.
“Para elite pebisnis nasional yang sekarang memegang kendali kekuasaan dan bahkan menguasai parlemen yang bermain. Motivasi besarnya ada di situ. Makanya, Presiden pun tidak mampu menolak kemauan mereka untuk memaksakan UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional menjadi Perppu,” tambahnya.
Suroto mengungkapkan, ada satu lagi aturan yang dinilai bermasalah yaiti UU Omnibus Law Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (PPSK).
Dia menilai UU tersebut tidak sesuai tujuan membangun protokol mitigasi risiko dalam menghadapi krisis keuangan dan ekonomi serta pengembangan investasi di sektor keuangan.
“Perppu Cipta Kerja dan UU Omnibus Law PPSK merupakan paket lengkap penguasaan ekonomi oleh elite politik dan elite kaya di sektor riil dan sektor keuangan,” pungkasnya.(rid)