Airlangga Hartarto Menteri Koordinator bidang Perekonomian menyatakan implementasi Program Kartu Prakerja tahun 2023 dengan skema normal, dan target mencapai satu juta penerima.
Implementasi itu akan menyasar sejumlah bidang pelatihan keterampilan tertentu yang paling dibutuhkan di masa sekarang dan mendatang, merujuk berbagai kajian mengenai pasar kerja mendatang dalam Indonesia’s Critical Occupation List, Indonesia’s Occupational Tasks and Skills, Studi World Economic Forum “Future Job Report”, serta Riset Indonesia Online Vacancy Outlook.
“Program Kartu Prakerja tahun 2023 dilaksanakan dengan skema normal diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2022. Sedangkan aturan pelaksanaannya tertera pada Permenko Perekonomian Nomor 17 Tahun 2022,” ujar Airlangga di Jakarta, Kamis (5/1/2023).
Menurut Muhammad Hanri Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), kemampuan literasi digital perlu dikembangkan lewat Program Kartu Prakerja.
“Dari beberapa kajian LPEM bisa disimpulkan kalau literasi digital sangat perlu dikembangkan. Terlebih untuk UMKM, pemasaran, penjualan, sampai tata usaha digital. Itu akan punya efek positif untuk scaling up usaha mereka,” ujarnya kepada wartawan , Jumat (6/1/2023).
Dia melanjutkan, hal itu juga terkait dengan pekerja bidang industri kreatif dan generasi pekerja sekarang yang cenderung lebih dinamis.
“Begitu pula untuk teman-teman yang bekerja di industri kreatif. Apalagi dengan preferensi pekerjaan generasi Z yang cenderung lebih dinamis dibanding generasi-generasi pendahulunya,” ungkapnya.
Kartu Prakerja, sambung Henri, juga perlu berpegang pada sistem pemantauan keterampilan yang menyelaraskan program pendidikan dan keterampilan terhadap tuntutan dunia usaha dan dunia industri.
Proses penyelarasan bisa memanfaatkan Critical Occupation List (COL) atau Daftar Pekerjaan Kritis di Indonesia.
“Jenis pelatihan juga dipastikan disesuaikan dengan critical occupation list, dan sistem kemitraan dengan swasta juga diperluas. Untuk memastikan peserta-peserta tersebut terserap dengan baik setelah mengambil pelatihan,” tegasnya.
Henri bilang, salah satu tantangan ke depan yaitu mengubah cara pandang peserta mengenai Kartu Prakerja bukan program bantuan sosial (bansos).
“Pelaksanaan 2022 sudah bagus. Tapi, tantangan untuk 2023 adalah mengubah paradigma Program Kartu Prakerja yang dulunya seperti bansos, menjadi bukan lagi bansos, meski pun tetap ada bantuan yang akan diterima peserta,” tambahnya.
Selain itu, cakupan Kartu Prakerja juga patut diperluas mengingat pelaksanaan dengan skema normal.
“Melihat antusiasme tahun 2022, cakupan juga harusnya bisa diperluas lagi. Meski pun mungkin akan ada tantangan geografis, karena tahun ini mulai diberlakukan pelatihan offline,” pungkasnya.
Sementara itu, Indra Charismiadji Pengamat Pendidikan mengatakan, sudah semestinya Pemerintah mencari tau kebutuhan tenaga kerja sebelum menyediakan pelatihannya.
“Harusnya ada mapping demands dulu. Karena program itu kan masuknya pendidikan vokasi. Jadi, tidak bisa hanya menyediakan supply, tetapi harus ada demand dan supply,“ katanya.
Indra menjelaskan, setiap tahun ada sekitar 2,6 juta pencari kerja baru. Tapi, hanya 1,8 juta lowongan pekerjaan yang tersedia. Sisanya berkompetisi di sektor yang tersisa, dan menambah kemampuan mereka melalui pelatihan-pelatihan.
“Pemerintah harus fokus ke pembukaan lapangan kerja baru atau modal usaha yang mudah dan murah supaya Program Kartu Prakerja kelihatan manfaatnya. Pelatihan dalam Kartu Prakerja sebelumnya dilakukan secara daring, diikutipeserta dari seluruh Indonesia. Karenanya, tenaga kerja yang kompetitif dan memiliki kemampuan juga ada di daerah. Artinya, juga harus mendorong industri di daerah-daerah,” jelas Indra.
Kemudian, Indra mengingatkan tugas Pemerintah baik pusat mau pun daerah mengembangkan industri di daerah melalui Kawasan Ekonomi Khusus atau pengembangan industri lain, supaya lebih banyak lowongan pekerjaan bagi tenaga kerja Indonesia.(rid)